KENAPA SUKA YANG BURAM?
KENAPA SUKA YANG BURAM?
Oleh: Fatma Elly
“Bayangkan, jilbab sudah dibuka. Jalan pikiran sudah lain. Bukankah itu kelewatan?“ katanya seolah mengajak dirinya berdialog memikirkan perubahan tersebut.
Kepalanya menggeleng.
“Belum.“
Gita tersenyum. Rasa bangga terlihat nyata di wajahnya.
Dan sebelum sempat ia berkomentar, Gita telah berkata lagi:
GITA diam sebentar, melihat ke laki-laki itu, dalam pandang menyelidik.
Karena laki-laki itu masih diam, maka Gita berkata pula:
Dan lagi-lagi, sebelum sempat ia berkomentar, Gita telah menyambungnya:
_____________________________________________
SEDANG Salim Al-Jabi mengatakan:
SELAIN ITU, ada pula yang menyatakan;
SEMENTARA Munir Al-Syawwaaf berpendapat;
Lalu melanjutkannya pula dengan:
Gita tersenyum, tapi senyumnya terasa sinis di bibirnya.
Tak mau kalah dengan lelaki itu, Indra, Gita pun lalu membawakan QS 39:17-18.
DUHAI, laki-laki itu semakin heran. Tak mengerti atas jalan pikiran ini.
Maka katanya kemudian kepada Gita:
Wallahu ’alam!
Oleh: Fatma Elly
“Bayangkan, jilbab sudah dibuka. Jalan pikiran sudah lain. Bukankah itu kelewatan?“ katanya seolah mengajak dirinya berdialog memikirkan perubahan tersebut.
GERAM dan jengkel, kesal dan gusar, giginya bergemerutuk di mulutnya. Bayangan yang ingin dihapus, belum hilang dari pandang dan perasaannya. Mengikutinya terus dalam langkahnya yang bergegas.
Ia melihat dan menilai, Gita sudah memiliki visi dan misi kehidupan yang bertolak belakang dengannya. Tidak lagi sejalan dan secita-cita seperti dulu.
“Kau tahu Indra,“ kata Gita dengan mimik yang kentara angkuhnya saat itu, “ternyata kelompok kita dulu, pandangan dan wawasannya sempit, Ind. Termasuk dalam masalah jilbab dan busana muslimah. Sudah kau baca teori limit Muhammad Syahrur dari Syria?“ tanyanya.
Kepalanya menggeleng.
“Belum.“
Gita tersenyum. Rasa bangga terlihat nyata di wajahnya.
“Semenjak kita tidak lagi sering ketemu, dan kau pindah bekerja di daerah, aku banyak berkenalan dan bergaul dengan yang lain, Indra. Mereka pintar-pintar. Wawasannya luas. Ada agamawan, budayawan, sastrawan, politikus, ekonom, wah, macam-macam deh,“ katanya memulai.
Ia diam. Mencoba mendengarkan. Mereka-reka arah pembicaraan.
“Kami sering mengadakan pertemuan, Ind. Diskusi, dan berbagai macam perbincangan. Dari politik, ekonomi, sosial, hukum, budaya, sampai ke agama. Juga masalah perempuan,“ katanya lagi.
“Nah ternyata, dari apa yang dibicarakan dan diperbincangkan, terutama dalam masalah yang berkenaan dengan busana muslimah, aku mendapat kesan, bahwa batas minimum pakaian perempuan adalah menutup bagian dada, payudara, kemaluan, dan tidak bugil. Sedang batas maksimumnya adalah menutup sekujur anggota tubuh, kecuali dua telapak tangan dan wajah,“ katanya pula bersemangat.
“Maka aku mengambil batas minimum, Ind. Sesuai wilayah ijtihad manusia yang berada di antara kedua batasan tersebut. Bukankah hukum Allah bersifat elastis, sepanjang berada di antara kedua batasan yang telah ditentukan-Nya itu?”
Dan sebelum sempat ia berkomentar, Gita telah berkata lagi:
“Ternyata banyak hal yang perlu dirombak dan dibongkar Ind. Termasuk fiqih perempuan yang nyata-nyata berbau patriarki, dan sudah diselewengkan itu.“
GITA diam sebentar, melihat ke laki-laki itu, dalam pandang menyelidik.
Karena laki-laki itu masih diam, maka Gita berkata pula:
“Itu kuketahui dari kelompok diskusi kawan-kawan baruku tadi, Ind. Jadi aku harap, kau juga jangan membatasi pergaulanmu di lingkungan kita saja. Supaya wawasan kita banyak, dan tidak sempit,“ katanya.
“Hm, rupanya ia ingin memasukkan pemikiran itu kepadaku? Karena dulu ia bisa mengajakku?“ pikirnya seketika itu.
Dan lagi-lagi, sebelum sempat ia berkomentar, Gita telah menyambungnya:
“Alangkah kasihannya perempuan, Indra! Menjadi korban sasaran ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan kaum lelaki, yang membuat fiqih perempuan tersebut. Mereka terkungkung dan terkurung kebebasannya di balik busana yang dipakainya!“.
(edit cuplikan dari: “Biarlah Sampai Disini”, Kumpulan cerita pendek Serial Gender, “Malam Ini Tak Ada Cinta”, Fatma Elly, Establitz, 2006)
__________________________ ANEKA RAGAM PEMIKIRAN, melanda kaum muslimin. Menjadikan mereka bingung. Bahkan, kadang terpengaruh apa yang dibaca, didengar, dan diketahui. Baik dari bacaan, teman atau lingkungan.
Apalagi wawasan dan pengetahuan keislamannya kurang, teman atau lingkungan mempengaruhinya, maka tanpa tersadari merekapun terjerambab masuk ke dalam pendapat atau pemikiran tersebut. Berperilaku sama sesuai pemikiran dan pendapat mereka.
Namun, bagi mereka yang berilmu dan memahami ajaran Islam, memiliki wawasan pengetahuan yang luas serta mengerti, tidak akan terpengaruh dan mempengaruhi. Malah mereka memberi tanggapan yang serius.
Misalnya, bagaimana mereka menanggapi pemikiran Dr. Ir. Muhammad Syahrur Deyb, kelahiran Damaskus, 1938, Syria, tentang teori ‘limit’nya yang berkenaan dengan masalah gender. Batas minimum dan maksimum, seperti yang dikemukakan tokoh cerpen di atas. Gita!
DI ANTARA NADA ‘tidak setuju’ yang digaungkan lawan-lawan pemikiran dari Muhammad Syahrur itu, antara lain menyatakan:
"Kesalahan utama Syahrur dalam “Bacaan Kontemporer”-nya, adalah pelanggaran terhadap metodologi tafsir al Qur’an yang secara ilmiah sudah dianggap baku.” (Khalid ‘Abd al Rahman al-‘Akk)
SEDANG Salim Al-Jabi mengatakan:
“Syahrur tidak mengikuti petunjuk yang sudah ada. Pemisalan Syahrur adalah seperti orang yang meraba-raba apa yang terjadi di masa depan, tanpa memiliki landasan apapun. Dan menunding Syahrur dengan sebuah postulat Arab yang terkenal: “Peramal bintang itu berdusta walaupun dia benar”.
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam……” (QS 61:7)
SELAIN ITU, ada pula yang menyatakan;
“Sumber utama pemikiran Syahrur adalah dialektika Marxisme, seperti apa yang tersirat dari judul: Qira’ah Mu’ashirah” (Bacaan Kontemporer).
SEMENTARA Munir Al-Syawwaaf berpendapat;
“Waktu adalah landasan pemahaman dan pemikiran anak manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya dan bahwa realitas material adalah sumber ilmu pengetahuan.”
DI SISI LAIN, ada lagi pakar tafsir, Prof. Dr. Ibrahim ‘Abd Al-Rahman Khalifah, ketua Departemen Tafsir dan Ilmu-Ilmu al Qur’an, Fakultas Ushuluddin, Universitas al-Azhar Kairo. Ia berpendapat, bahwa:
“Sebuah penafsiran makna ayat al Qur’an yang menyimpang dari pengertian yang terbetik dalam pikiran, bisa disinyalir sebagai penafsiran yang lebih dekat kepada kesalahan, apalagi kalau diikuti oleh kejanggalan-kejanggalan dari aspek yang lain”. (Lihat “Islam Garda Depan”; Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah”, Editor: M. Aunul Abied Shah, et al., Mizan, 2001)
Dan sang penulis buku tersebut sendiri kemudian membatasi analisisnya dengan mengatakan:
“Tentang konsep bacaan kontemporer yang ditawarkan Syahrur, khususnya tentang konsep al-hudud, (teori ‘limit’ nya itu), mungkin kita perlu bertanya; apakah benar bahwa pengertian yang dipaparkan Syahrur dalam bukunya itu adalah pengertian yang dimaksud oleh Allah SWT, apalagi dengan terang-terangan, Syahrur menisbahkannya pada Newton. Seorang ilmuwan di zaman pra modern yang bukan pakar Tafsir al-Qur’an. Dan lebih dari itu adalah seorang non muslim, yang tidak tahu menahu sama sekali akan kebenaran, dan bahkan juga tidak pernah mendengar akan adanya Al Qur’an.”
“Ataukah pengertian tersebut termasuk penafsiran sains yang dipaksakan terhadap Al Qur’an dan sama sekali bukan dari Al Qur’an, seperti yang dikhawatirkan oleh Imam Al Shathibi dalam al-Muwafaqat dan Syaikh amin al-Khuli dalam Mana Al Tajdid.”
PERANCUAN PEMIKIRAN yang dialami Gita, yang masih belum matang sisi pemahaman keislamannya itu, membuatnya kemudian jadi berkata:
“Alangkah kasihannya perempuan, Indra! Menjadi korban sasaran ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan kaum lelaki, yang membuat fiqih perempuan tersebut. Terkungkung dan terkurung kebebasannya di balik busana yang dipakainya!“.
Lalu melanjutkannya pula dengan:
“Ternyata banyak hal yang perlu dirombak dan dibongkar Ind, termasuk fiqih perempuan yang nyata-nyata berbau patriarki, dan sudah diselewengkan itu.“
KATA-KATA Gita ini, merupakan gambaran seseorang yang telah terserap pemikirannya dari apa yang didengar, dilihat, diketahui dan dibacanya, tanpa ‘pengetahuan sejati’ yang mendasari dan dimilikinya.
Pemikiran yang datang dari orang-orang yang mengaku memiliki ilmu ke islaman dan ‘melakukan studi teks-teks hadis atau keagamaan', lebih banyak membuat para awam menjadi bingung. Malah ‘latah’ mengikutinya.
Pemikiran yang datang dari orang-orang yang mengaku memiliki ilmu ke islaman dan ‘melakukan studi teks-teks hadis atau keagamaan', lebih banyak membuat para awam menjadi bingung. Malah ‘latah’ mengikutinya.
Apalagi oleh adanya pernyataan, seperti yang dilontarkan Fatima Mernissi. Wanita Arab kelahiran Qarawiyin, 1940, tentang apa yang disebutnya sebagai; ‘hadis misogini’. (yang diartikan sebagai: Hadis yang isinya membenci kaum perempuan), sehingga berani menghujat salah seorang sahabat Rasul SAW., yaitu Abu Hurairah r.a. dan telah mengkritik Al-Bukhari. Dimana salah satu dari bukunya telah diterjemahkan dengan judul: “Wanita dalam Islam”, 1994.
UNTUK PIKIRAN Fatima Mernissi ini, Dr. M. Hidayat Nur Wahid, telah menuliskan artikelnya yang menyanggah pendapatnya itu. Antara lain beliau berkata:
“Sebagai seorang intelektual seharusnya Fatima Mernissi tidak menginterpretasikan riwayat-riwayat Bukhari secara “semau gue”, ia perlu merujuk – paling tidak – pada kitab Fathul Bary, sebuah kitab komentar yang standar tentang Shahih Bukhari, yang bahkan menurut pengakuan Fatima Mernissi, telah direkomendasuikan sebagian ulama.”
“Dan sebagai seorang intelektual berbangsa Arab, tentu Fatima Mernissi paham belaka makna ‘min” yang menunjukkan pada sebagian (lit-tab’idl), yang disebutkan oleh Bukhari dalam bab tersebut di atas.“
Sayangnya Fatima Mernissi tidak melakukan hal tersebut, tidak juga membaca judul bab yang ditulis Bukhari, karenanya ia membabi-buta mengkritik Bukhari, sehingga memunculkan isitilah “hadis-hadis misogini”. (Mengingat keterbatasan ruang, penulis mempersilahkan pembaca untuk membuka buku “Membincang Feminisme”; Diskursus Gender Perspektif Islam, Risalah Gusti, 1996, pada judul: Kajian atas Kajian DR. Fatima Mernissi’ Tentang “Hadis Misogini’, (Hadis yang Isinya Membenci Perempuan) oleh: Dr. M. Hidayat Nur Wahid.)
KETERBATASAN ILMU yang dimiliki Gita-lah, yang membuat dan menyebabkannya terpengaruh pada pemikiran Syahrur atau mereka yang lainnya; yang menganggap bahwa ada ‘batasan tertentu’, minimum dan maksimum, di dalam memahami perintah yang berkenaan dengan masalah jilbab, dan lainnya, yang berkaitan dengan persoalan gender.
Dan karena Gita masih belum bisa membandingkan di antara paham dan pemikiran yang dikenal, didengar dan ditemuinya itu, maka iapun belum memiliki ‘patokan pilihannya’ sendiri, berdasarkan iman, keyakinan, ilmu keislaman dan wawasan yang dipunyai. Sebagai modal untuk pembedaan dan membedakan. Sebagaimana yang diisyaratkan ayat ini:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS 2:256)
TAK PELAKLAH kalau ayat di bawah ini, menyatakan dan mengingatkan kita, untuk berhati-hati di dalam memilih teman dan lingkungan, agar tidak menyesal di belakang hari. Karena di samping kurangnya ilmu dan pemahaman keislaman seseorang, maka dari situlah kemungkinan bisa terjadinya perubahan diri.
“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku.” (QS 25:28)
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”(QS 43:67)
“dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.” (QS 17:73)
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS 6:116)
PADAHAL AL QUR’AN sebagai petunjuk, mengandung kejelasan; dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu. Pembeda antara yang hak dan batil. Sedang Rasul SAW. sebagai penjelas dan penerangnya. Ia tidaklah buram.
“…………………bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan batil)……..” (QS 2:185)
“Al Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS 3:138)
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS 16:64)
“……………….Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS 16:44)
Dan Rasulullah SAW.pun, bahkan, mengingatkan untuk kehati-hatian kita di dalam memilih teman tersebut, dengan sabdanya seperti ini:
“Seseorang adalah sejalan dan sealiran dengan kawan akrabnya, maka hendaklah kamu berhati-hati di dalam memilih kawan pendamping. (HR.Ahmad)
“Menyendiri lebih baik daripada berkawan dengan yang buruk, dan kawan bergaul yang saleh lebih baik daripada menyendiri…….”(HR. Al-Hakim)
KEMBALI PADA cerita di atas, GITA, sang aktifis kampus, yang telah mengenalkan, membawa Indra dan kawan-kawannya itu pada suatu ajaran yang agung, bermanfaat, tak bisa dinilai, dihitung dan disamakan dengan apapun juga, saking Mulia dan Tingginya, harus kehilangan jati dirinya yang awalnya telah dimiliki, di atas perjalanan waktu dan keadaan, teman dan lingkungan barunya kuasa dan telah dapat merubahnya menjadi berpikiran dan berpenampilan lain.
Dimana yang selama ini ia berbusana muslimah dengan jubah dan jilbab, bahkan menyeru dan mengajak kawan-kawannya untuk melakukan hal yang sama di atas perintah Allah dan Rasul-Nya SAW., berdasarkan QS 33:59 dan 24:31, dan hadis yang berkenaan dengan ‘Asma binti Abu Bakar Siddik r.a., rupanya telah berganti pemikiran dan perilaku. Sesuai apa yang diserapnya tanpa pengetahuan yang mumpuni terhadap nilai dan ajaran agamanya itu sendiri.
Jilbab dan busana muslimah ditanggalkan. Diganti dengan jeans dan kaos berlengan pendek. Bahkan rambutnya yang tergerai sampai di bahu, dicatnya berwarna emas. Wajah di hiasi pemerah pipi. Bibir memakai gincu berwarna merah. Pergaulannya juga berubah. Bukan lagi bersama teman-temannya dulu, tapi dengan yang lain. Yang cara pandang dan hidupnya serba sekular dan liberal!
Gita sudah memiliki visi dan misi kehidupan yang bertolak belakang dengan laki-laki yang tersebut di dalam cerpen di atas. Tidak lagi sejalan dan secita-cita seperti dulu.
“Ya Allah ya Tuhan, sampai sedemikiankah Gita berubah?“ jerit laki-laki tersebut dalam hatinya. Benaknya benar-benar kesal, getir, dan kecewa yang amat sangat!
“Lalu bagaimana pula dengan QS 33:59 dan QS 24:31, yang sering didengungkannya, bilamana mengajak teman-teman putrinya agar berjilbab dan berbusana muslimah?” pikirnya.
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu…………” (QS 33:59)
Dan QS 24:31; Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Juga perkataan Rasul SAW., yang berkenaan dengan itu:
Dari hadits Asma’ binti Abi Bakar ra.:
Juga perkataan Rasul SAW., yang berkenaan dengan itu:
Dari hadits Asma’ binti Abi Bakar ra.:
Kami telah diberi hadits oleh Al-Walid dari Sa’id bin Basyir dari Qatadah dari Khalid bin Diryak dari ‘Aisyah, bahwa Asma’ binti Abi Bakar memasuki rumah Nabi SAW. dengan pakaian yang tipis. Sehingga ketika beliau memergokinya, beliau bersabda: “Hai Asma’, apabila wanita telah mencapai masa haidh (masa baligh), maka ia tak boleh dipandang, kecuali ini dan ini.” (Kemudian Rasulullah menunjuk kepada wajah dan dua telapak tangannya).
“Apakah itu semua sudah dilupakannya? atau kehilangan dan berganti makna, sesuai pikiran barunya itu?“ pikir laki-laki itu dalam hati.
DADANYA TERASA SESAK. Penuh luapan emosi. Tapi mulutnya terkunci. Segala sesuatu disimpannya di benak. Walau mata dan wajahnya terperangah kaget, menatap heran di wajah Gita atas kenyataan ini. Kenyataan perubahan pola pikir dan sikap serta perilakunya itu.
MELIHAT WAJAH INDRA yang seperti heran, kaget, terperangah, hingga pipi berganti-ganti tersemburi warna pucat, merah, kesal, geram, kecewa tak menduga dan tak sependapat dengan pikiran barunya itu, Gita seperti paham.
“Ya begitulah Indra, aku sadar. Kita memang berbeda. Aku dan teman-temanku mempunyai pandangan tersendiri, sementara kau, demikian pula. Maka dari itu, aku pikir, tak usahlah cape-cape kau datang kemari untuk mengingatkanku, yang mungkin maksudmu untuk menyadarkanku, padahal aku sendiri merasa sadar sesadar-sadarnya. Hanya saja kita saling berbeda. Tidak sepaham dan sependapat seperti dulu lagi. Lingkungan teman-teman dan pergaulanku sudah lain Ind,“ katanya kemudian mengakhiri.
AKHIRNYA, setelah mencoba menenangkan diri, membaca istighfar dan zikir di dalam hati, laki-laki itu kemudian berkata kembali mengingatkan:
“Ingatlah Gita, bahwa seseorang itu berada pada aliran temannya. Pada paham, atau agama temannya. Dan aku harap, kau masih ingat QS 25: 27-28 bukan? Yang dulu sering kau bacakan padaku, agar tak menyesal di belakang hari, dan segala sesuatunya kemudian mejadi terlambat?”
“Dan ingat pula-lah hadits riwayat Imam Bukhari, dalam Fathul Bari juzu’ XV, bahwa; “Akan keluar suatu kaum akhir zaman, orang-orang muda berpaham jelek. Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyah“ (maksudnya firman-firman Tuhan yang dibawa oleh Nabi ). Iman mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagai meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu, lawanlah mereka.“
Gita tersenyum, tapi senyumnya terasa sinis di bibirnya.
Tak mau kalah dengan lelaki itu, Indra, Gita pun lalu membawakan QS 39:17-18.
“Jadi begitulah Indra, disana digambarkan bahwa orang-orang yang mendengarkan perkataaan lalu mengikuti apa yang terbaik, maka ia mendapat kabar gembira dari Tuhannya, maka aku pun demikian, Ind. Kurasa kelompok kita dulu telah keliru,“ katanya kemudian dengan tenangnya.
DUHAI, laki-laki itu semakin heran. Tak mengerti atas jalan pikiran ini.
Rupanya banyak orang telah berani menafsirkan ayat, menjadikannya sebagai alat subjektif seseorang, atau kelompok, sehingga menjadi kehilangan maknanya yang hakiki. Dijadikan sesuai dan berdasarkan keinginan hawa nafsu, sudut pandang tertentu. Apalagi bertolak belakang dari arti, tafsir, dan maksud sebenarnya. Apakah itu dilakukan secara sadar, maupun tidak. Padahal kebenaran tidak mengikuti hawa nafsu manusia.
Maka katanya kemudian kepada Gita:
“Hati-hatilah di dalam membawakan ayat, Gita. Perkataan yang paling baik hanyalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.. Itulah yang harus diikuti. Dan tetaplah engkau dalam koridor. Tidak menyimpang dan menyeleweng dari garis yang telah ditentukan-Nya, juga di contohkan Rasul-Nya SAW..”
Gita tak menjawab. Bibirnya nyata rona sinisnya. Namun ia tak mengeluarkan suara atau pun kata. Bahkan berusaha cepat dan tergesa untuk pergi.
“Maaf Indra, aku terpaksa tak bisa menemanimu lebih lama lagi. Aku ada janji, dan sedang terburu-buru,“ katanya.
Maka tak ayal lagi, laki-laki itu pun pamit pulang. Berkata untuk terakhir kali, sebelum langkah-langkahnya meninggalkan rumah itu:
“Kudoakan semoga kau mendapat perlindungan Allah, Gita. Manusia memang diberi kebebasan untuk berpikir dan berpendapat, memilih dan mendengar serta mengikuti perkataan-perkataan, tetapi tetaplah dalam koridor Allah dan RasulNya SAW., jangan sampai melampaui-Nya. Kuharap kau akan kembali seperti aku mengenalmu dulu di Kampus,“ katanya seraya beranjak bangkit bergegas melangkah keluar.
LAKI-LAKI ITU tetap bergegas dalam langkahnya. Menarik kakinya kuat-kuat. Tidak memikirkan kucuran keringat, juga tidak memikirkan lelah langkahnya. Yang penting baginya adalah bahwa ia harus pergi meninggalkan rumah tersebut, yang sudah bukan tempat nyaman melahirkan simpati, apalagi pautan hati.
“Ya, aku harus pergi. Biarlah sampai disini. Alhamdulillah,“ katanya seraya dada dikembangkan, nafas dihembuskan. Lega menghirup udara segar yang terasa.
Wajahnya berubah tenang. Warna pucat, cemas dan melasnya, sirna. Semua dikembalikan kepada Allah dan RasulNya SAW..
Dan bayangan teman-teman yang masih menanti uluran tangannya untuk mengayuh bahtera rumah tangga bersama, melakukan penegakan agama Allah di muka bumi, seakan melintas di benaknya.
“Ya mereka membutuhkan pendamping. Dan banyak di antara mereka yang belum mendapatkan pasangan yang serasi dan cocok untuk itu. Kenapa pula aku harus terfokus pada Gita, yang nyata-nyata telah berubah?“ katanya dalam hati.
Senyum manis kemudian menyinggahi bibirnya. Matanya bersinar ceria. Menatap wangi kebahagiaan masa depan, dalam gambaran harap yang terpancar jelas di mimik wajahnya itu!
Wallahu ’alam!
Catatan dan pemaparan yang sungguh luar biasa...
Ibu...Ibu..
... See More
Bunda sekalian mau bertanya, semoga bnda bisa memberi jawaban yang cukup mengena di hati...
Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Tsauban, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan mana saja yang meminta cerai terhadap suaminya, tanpa ada tindakan membahayakan,, maka haram atasnya (untuk mendapatkan) aroma surga.” (Al-Hadits).
Bagaimana Pendapat bunda tentang Hadits Di atas..???
Sungguh aku fakir dan sangat awan untuk penafsiran hadits tersebut...
Apakah itu semua ada syarat dan ketentuan yag berlaku...??? Atau masih ada kosekuensinya...???
Syukron jiddan bundaku tersayang...
Insya ALLAH Catatan ini bermanfaat untuk kehidupan ku... Amin...
Untuk yg lebih mengetahui dan banyak ilmunya, bunda persilahkan menjawabnya di sini.Afwan. Jazakillah khair Princess Ratia sayang..
Terima kasih sdh brbagi...
Sdikit pemahaman ttg poligami yg bs sy bca hari ini...
Smoga brmanfaat bwt saya... Amien..
Bagus catatanny ummi.....wahh ap bisa y manusia berlaku adil???buat diri sendiri aj susahnya bukan main aplg poligami....huhuhu....sung
Poligami dan perceraian itu ibarat obat sakit kepala..rasanya pahit tapi bisa menyembuhkan..umi tolong lanjutkan..
Bunda Fatma yang diberikan kelebihan oleh Allah swt.... KEROHIMAN (kasih syang) seorang ibu terhadap anak2nya,,, jika dinilaikan, tak akan ternilai dengan harta,,,, jika seorang anak akan membalas akan kebaikannya,,,, tak akan pernah terbalas olehnya.
Hati Ibu yang sholihah,,,,,,, bahtera MUTIARA nan putih berkilau, sehingga Allah swt pun memuji dan memuliakannya baik di dunia maupun diakhirat,,,,, apalagi hamba2-NYA yang ada disekelilingnya,,,, SUBHANALLAH.
... See More
Bunda Fatma tercinta,,,,
Sungguh sangat disayangkan, banyak Ibu yang kurang memahami akan penjabaran makna RAHIM (kandungan) yang Allah berikan kepadanya. Dan banyak pula anak2 yang kurang tau dan memahami akan keberadaan MUTIARA nan putih berkilau itu,,,, sehingga mereka menyia-nyiakan akan keberadaannya,,,, Apalagi setelah ketiadaanya.
Mudah2an kita semua termasuk hamba_Nya yang slalu dalam lindungan dan hidayah_Nya,,, amin.
Mudah2an kita semua termasuk hamba_Nya yang slalu dalam lindungan dan hidayah_Nya,,, amin.