Rabu, 07 April 2010

KENAPA SUKA YANG BURAM?
KENAPA SUKA YANG BURAM?

Oleh: Fatma Elly



“Bayangkan, jilbab sudah dibuka. Jalan pikiran sudah lain. Bukankah itu kelewatan?“ katanya seolah mengajak dirinya berdialog memikirkan perubahan tersebut.


GERAM dan jengkel, kesal dan gusar, giginya bergemerutuk di mulutnya. Bayangan yang ingin dihapus, belum hilang dari pandang dan perasaannya. Mengikutinya terus dalam langkahnya yang bergegas.

Ia melihat dan menilai, Gita sudah memiliki visi dan misi kehidupan yang bertolak belakang dengannya. Tidak lagi sejalan dan secita-cita seperti dulu.

“Kau tahu Indra,“ kata Gita dengan mimik yang kentara angkuhnya saat itu, “ternyata kelompok kita dulu, pandangan dan wawasannya sempit, Ind. Termasuk dalam masalah jilbab dan busana muslimah. Sudah kau baca teori limit Muhammad Syahrur dari Syria?“ tanyanya.

Kepalanya menggeleng.

“Belum.“

Gita tersenyum. Rasa bangga terlihat nyata di wajahnya.

“Semenjak kita tidak lagi sering ketemu, dan kau pindah bekerja di daerah, aku banyak berkenalan dan bergaul dengan yang lain, Indra. Mereka pintar-pintar. Wawasannya luas. Ada agamawan, budayawan, sastrawan, politikus, ekonom, wah, macam-macam deh,“ katanya memulai.

Ia diam. Mencoba mendengarkan. Mereka-reka arah pembicaraan.

“Kami sering mengadakan pertemuan, Ind. Diskusi, dan berbagai macam perbincangan. Dari politik, ekonomi, sosial, hukum, budaya, sampai ke agama. Juga masalah perempuan,“ katanya lagi.

“Nah ternyata, dari apa yang dibicarakan dan diperbincangkan, terutama dalam masalah yang berkenaan dengan busana muslimah, aku mendapat kesan, bahwa batas minimum pakaian perempuan adalah menutup bagian dada, payudara, kemaluan, dan tidak bugil. Sedang batas maksimumnya adalah menutup sekujur anggota tubuh, kecuali dua telapak tangan dan wajah,“ katanya pula bersemangat.

“Maka aku mengambil batas minimum, Ind. Sesuai wilayah ijtihad manusia yang berada di antara kedua batasan tersebut. Bukankah hukum Allah bersifat elastis, sepanjang berada di antara kedua batasan yang telah ditentukan-Nya itu?”

Dan sebelum sempat ia berkomentar, Gita telah berkata lagi:


“Ternyata banyak hal yang perlu dirombak dan dibongkar Ind. Termasuk fiqih perempuan yang nyata-nyata berbau patriarki, dan sudah diselewengkan itu.“

GITA diam sebentar, melihat ke laki-laki itu, dalam pandang menyelidik.

Karena laki-laki itu masih diam, maka Gita berkata pula:

“Itu kuketahui dari kelompok diskusi kawan-kawan baruku tadi, Ind. Jadi aku harap, kau juga jangan membatasi pergaulanmu di lingkungan kita saja. Supaya wawasan kita banyak, dan tidak sempit,“ katanya.

“Hm, rupanya ia ingin memasukkan pemikiran itu kepadaku? Karena dulu ia bisa mengajakku?“ pikirnya seketika itu.

Dan lagi-lagi, sebelum sempat ia berkomentar, Gita telah menyambungnya:

“Alangkah kasihannya perempuan, Indra! Menjadi korban sasaran ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan kaum lelaki, yang membuat fiqih perempuan tersebut. Mereka terkungkung dan terkurung kebebasannya di balik busana yang dipakainya!“.

(edit cuplikan dari: “Biarlah Sampai Disini”, Kumpulan cerita pendek Serial Gender, “Malam Ini Tak Ada Cinta”, Fatma Elly, Establitz, 2006)
_______________________________________________________________________


ANEKA RAGAM PEMIKIRAN, melanda kaum muslimin. Menjadikan mereka bingung. Bahkan, kadang terpengaruh apa yang dibaca, didengar, dan diketahui. Baik dari bacaan, teman atau lingkungan.

Apalagi wawasan dan pengetahuan keislamannya kurang, teman atau lingkungan mempengaruhinya, maka tanpa tersadari merekapun terjerambab masuk ke dalam pendapat atau pemikiran tersebut. Berperilaku sama sesuai pemikiran dan pendapat mereka.

Namun, bagi mereka yang berilmu dan memahami ajaran Islam, memiliki wawasan pengetahuan yang luas serta mengerti, tidak akan terpengaruh dan mempengaruhi. Malah mereka memberi tanggapan yang serius.

Misalnya, bagaimana mereka menanggapi pemikiran Dr. Ir. Muhammad Syahrur Deyb, kelahiran Damaskus, 1938, Syria, tentang teori ‘limit’nya yang berkenaan dengan masalah gender. Batas minimum dan maksimum, seperti yang dikemukakan tokoh cerpen di atas. Gita!

DI ANTARA NADA ‘tidak setuju’ yang digaungkan lawan-lawan pemikiran dari Muhammad Syahrur itu, antara lain menyatakan:

"Kesalahan utama Syahrur dalam “Bacaan Kontemporer”-nya, adalah pelanggaran terhadap metodologi tafsir al Qur’an yang secara ilmiah sudah dianggap baku.” (Khalid ‘Abd al Rahman al-‘Akk)

SEDANG Salim Al-Jabi mengatakan:

“Syahrur tidak mengikuti petunjuk yang sudah ada. Pemisalan Syahrur adalah seperti orang yang meraba-raba apa yang terjadi di masa depan, tanpa memiliki landasan apapun. Dan menunding Syahrur dengan sebuah postulat Arab yang terkenal: “Peramal bintang itu berdusta walaupun dia benar”.

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada Islam……” (QS 61:7)

SELAIN ITU, ada pula yang menyatakan;

“Sumber utama pemikiran Syahrur adalah dialektika Marxisme, seperti apa yang tersirat dari judul: Qira’ah Mu’ashirah” (Bacaan Kontemporer).

SEMENTARA Munir Al-Syawwaaf berpendapat;


“Waktu adalah landasan pemahaman dan pemikiran anak manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya dan bahwa realitas material adalah sumber ilmu pengetahuan.”

DI SISI LAIN, ada lagi pakar tafsir, Prof. Dr. Ibrahim ‘Abd Al-Rahman Khalifah, ketua Departemen Tafsir dan Ilmu-Ilmu al Qur’an, Fakultas Ushuluddin, Universitas al-Azhar Kairo. Ia berpendapat, bahwa:

“Sebuah penafsiran makna ayat al Qur’an yang menyimpang dari pengertian yang terbetik dalam pikiran, bisa disinyalir sebagai penafsiran yang lebih dekat kepada kesalahan, apalagi kalau diikuti oleh kejanggalan-kejanggalan dari aspek yang lain”. (Lihat “Islam Garda Depan”; Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah”, Editor: M. Aunul Abied Shah, et al., Mizan, 2001)

Dan sang penulis buku tersebut sendiri kemudian membatasi analisisnya dengan mengatakan:

“Tentang konsep bacaan kontemporer yang ditawarkan Syahrur, khususnya tentang konsep al-hudud, (teori ‘limit’ nya itu), mungkin kita perlu bertanya; apakah benar bahwa pengertian yang dipaparkan Syahrur dalam bukunya itu adalah pengertian yang dimaksud oleh Allah SWT, apalagi dengan terang-terangan, Syahrur menisbahkannya pada Newton. Seorang ilmuwan di zaman pra modern yang bukan pakar Tafsir al-Qur’an. Dan lebih dari itu adalah seorang non muslim, yang tidak tahu menahu sama sekali akan kebenaran, dan bahkan juga tidak pernah mendengar akan adanya Al Qur’an.”

“Ataukah pengertian tersebut termasuk penafsiran sains yang dipaksakan terhadap Al Qur’an dan sama sekali bukan dari Al Qur’an, seperti yang dikhawatirkan oleh Imam Al Shathibi dalam al-Muwafaqat dan Syaikh amin al-Khuli dalam Mana Al Tajdid.”

PERANCUAN PEMIKIRAN yang dialami Gita, yang masih belum matang sisi pemahaman keislamannya itu, membuatnya kemudian jadi berkata:

“Alangkah kasihannya perempuan, Indra! Menjadi korban sasaran ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan kaum lelaki, yang membuat fiqih perempuan tersebut. Terkungkung dan terkurung kebebasannya di balik busana yang dipakainya!“.

Lalu melanjutkannya pula dengan:


“Ternyata banyak hal yang perlu dirombak dan dibongkar Ind, termasuk fiqih perempuan yang nyata-nyata berbau patriarki, dan sudah diselewengkan itu.“

KATA-KATA Gita ini, merupakan gambaran seseorang yang telah terserap pemikirannya dari apa yang didengar, dilihat, diketahui dan dibacanya, tanpa ‘pengetahuan sejati’ yang mendasari dan dimilikinya.
Pemikiran yang datang dari orang-orang yang mengaku memiliki ilmu ke islaman dan ‘melakukan studi teks-teks hadis atau keagamaan', lebih banyak membuat para awam menjadi bingung. Malah ‘latah’ mengikutinya.

Apalagi oleh adanya pernyataan, seperti yang dilontarkan Fatima Mernissi. Wanita Arab kelahiran Qarawiyin, 1940, tentang apa yang disebutnya sebagai; ‘hadis misogini’. (yang diartikan sebagai: Hadis yang isinya membenci kaum perempuan), sehingga berani menghujat salah seorang sahabat Rasul SAW., yaitu Abu Hurairah r.a. dan telah mengkritik Al-Bukhari. Dimana salah satu dari bukunya telah diterjemahkan dengan judul: “Wanita dalam Islam”, 1994.

UNTUK PIKIRAN Fatima Mernissi ini, Dr. M. Hidayat Nur Wahid, telah menuliskan artikelnya yang menyanggah pendapatnya itu. Antara lain beliau berkata:

“Sebagai seorang intelektual seharusnya Fatima Mernissi tidak menginterpretasikan riwayat-riwayat Bukhari secara “semau gue”, ia perlu merujuk – paling tidak – pada kitab Fathul Bary, sebuah kitab komentar yang standar tentang Shahih Bukhari, yang bahkan menurut pengakuan Fatima Mernissi, telah direkomendasuikan sebagian ulama.”

“Dan sebagai seorang intelektual berbangsa Arab, tentu Fatima Mernissi paham belaka makna ‘min” yang menunjukkan pada sebagian (lit-tab’idl), yang disebutkan oleh Bukhari dalam bab tersebut di atas.“

Sayangnya Fatima Mernissi tidak melakukan hal tersebut, tidak juga membaca judul bab yang ditulis Bukhari, karenanya ia membabi-buta mengkritik Bukhari, sehingga memunculkan isitilah “hadis-hadis misogini”. (Mengingat keterbatasan ruang, penulis mempersilahkan pembaca untuk membuka buku “Membincang Feminisme”; Diskursus Gender Perspektif Islam, Risalah Gusti, 1996, pada judul: Kajian atas Kajian DR. Fatima Mernissi’ Tentang “Hadis Misogini’, (Hadis yang Isinya Membenci Perempuan) oleh: Dr. M. Hidayat Nur Wahid.)

KETERBATASAN ILMU yang dimiliki Gita-lah, yang membuat dan menyebabkannya terpengaruh pada pemikiran Syahrur atau mereka yang lainnya; yang menganggap bahwa ada ‘batasan tertentu’, minimum dan maksimum, di dalam memahami perintah yang berkenaan dengan masalah jilbab, dan lainnya, yang berkaitan dengan persoalan gender.

Dan karena Gita masih belum bisa membandingkan di antara paham dan pemikiran yang dikenal, didengar dan ditemuinya itu, maka iapun belum memiliki ‘patokan pilihannya’ sendiri, berdasarkan iman, keyakinan, ilmu keislaman dan wawasan yang dipunyai. Sebagai modal untuk pembedaan dan membedakan. Sebagaimana yang diisyaratkan ayat ini:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS 2:256)

TAK PELAKLAH kalau ayat di bawah ini, menyatakan dan mengingatkan kita, untuk berhati-hati di dalam memilih teman dan lingkungan, agar tidak menyesal di belakang hari. Karena di samping kurangnya ilmu dan pemahaman keislaman seseorang, maka dari situlah kemungkinan bisa terjadinya perubahan diri.

“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku.” (QS 25:28)

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”(QS 43:67)

“dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.” (QS 17:73)

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS 6:116)

PADAHAL AL QUR’AN sebagai petunjuk, mengandung kejelasan; dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu. Pembeda antara yang hak dan batil. Sedang Rasul SAW. sebagai penjelas dan penerangnya. Ia tidaklah buram.

“…………………bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan batil)……..” (QS 2:185)

“Al Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS 3:138)

“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS 16:64)

“……………….Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS 16:44)

Dan Rasulullah SAW.pun, bahkan, mengingatkan untuk kehati-hatian kita di dalam memilih teman tersebut, dengan sabdanya seperti ini:

“Seseorang adalah sejalan dan sealiran dengan kawan akrabnya, maka hendaklah kamu berhati-hati di dalam memilih kawan pendamping. (HR.Ahmad)

“Menyendiri lebih baik daripada berkawan dengan yang buruk, dan kawan bergaul yang saleh lebih baik daripada menyendiri…….”(HR. Al-Hakim)

KEMBALI PADA cerita di atas, GITA, sang aktifis kampus, yang telah mengenalkan, membawa Indra dan kawan-kawannya itu pada suatu ajaran yang agung, bermanfaat, tak bisa dinilai, dihitung dan disamakan dengan apapun juga, saking Mulia dan Tingginya, harus kehilangan jati dirinya yang awalnya telah dimiliki, di atas perjalanan waktu dan keadaan, teman dan lingkungan barunya kuasa dan telah dapat merubahnya menjadi berpikiran dan berpenampilan lain.

Dimana yang selama ini ia berbusana muslimah dengan jubah dan jilbab, bahkan menyeru dan mengajak kawan-kawannya untuk melakukan hal yang sama di atas perintah Allah dan Rasul-Nya SAW., berdasarkan QS 33:59 dan 24:31, dan hadis yang berkenaan dengan ‘Asma binti Abu Bakar Siddik r.a., rupanya telah berganti pemikiran dan perilaku. Sesuai apa yang diserapnya tanpa pengetahuan yang mumpuni terhadap nilai dan ajaran agamanya itu sendiri.

Jilbab dan busana muslimah ditanggalkan. Diganti dengan jeans dan kaos berlengan pendek. Bahkan rambutnya yang tergerai sampai di bahu, dicatnya berwarna emas. Wajah di hiasi pemerah pipi. Bibir memakai gincu berwarna merah. Pergaulannya juga berubah. Bukan lagi bersama teman-temannya dulu, tapi dengan yang lain. Yang cara pandang dan hidupnya serba sekular dan liberal!

Gita sudah memiliki visi dan misi kehidupan yang bertolak belakang dengan laki-laki yang tersebut di dalam cerpen di atas. Tidak lagi sejalan dan secita-cita seperti dulu.

“Ya Allah ya Tuhan, sampai sedemikiankah Gita berubah?“ jerit laki-laki tersebut dalam hatinya. Benaknya benar-benar kesal, getir, dan kecewa yang amat sangat!

“Lalu bagaimana pula dengan QS 33:59 dan QS 24:31, yang sering didengungkannya, bilamana mengajak teman-teman putrinya agar berjilbab dan berbusana muslimah?” pikirnya.

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu…………” (QS 33:59)

Dan QS 24:31; Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Juga perkataan Rasul SAW., yang berkenaan dengan itu:

Dari hadits Asma’ binti Abi Bakar ra.:

Kami telah diberi hadits oleh Al-Walid dari Sa’id bin Basyir dari Qatadah dari Khalid bin Diryak dari ‘Aisyah, bahwa Asma’ binti Abi Bakar memasuki rumah Nabi SAW. dengan pakaian yang tipis. Sehingga ketika beliau memergokinya, beliau bersabda: “Hai Asma’, apabila wanita telah mencapai masa haidh (masa baligh), maka ia tak boleh dipandang, kecuali ini dan ini.” (Kemudian Rasulullah menunjuk kepada wajah dan dua telapak tangannya).

“Apakah itu semua sudah dilupakannya? atau kehilangan dan berganti makna, sesuai pikiran barunya itu?“ pikir laki-laki itu dalam hati.

DADANYA TERASA SESAK. Penuh luapan emosi. Tapi mulutnya terkunci. Segala sesuatu disimpannya di benak. Walau mata dan wajahnya terperangah kaget, menatap heran di wajah Gita atas kenyataan ini. Kenyataan perubahan pola pikir dan sikap serta perilakunya itu.

MELIHAT WAJAH INDRA yang seperti heran, kaget, terperangah, hingga pipi berganti-ganti tersemburi warna pucat, merah, kesal, geram, kecewa tak menduga dan tak sependapat dengan pikiran barunya itu, Gita seperti paham.

“Ya begitulah Indra, aku sadar. Kita memang berbeda. Aku dan teman-temanku mempunyai pandangan tersendiri, sementara kau, demikian pula. Maka dari itu, aku pikir, tak usahlah cape-cape kau datang kemari untuk mengingatkanku, yang mungkin maksudmu untuk menyadarkanku, padahal aku sendiri merasa sadar sesadar-sadarnya. Hanya saja kita saling berbeda. Tidak sepaham dan sependapat seperti dulu lagi. Lingkungan teman-teman dan pergaulanku sudah lain Ind,“ katanya kemudian mengakhiri.

AKHIRNYA, setelah mencoba menenangkan diri, membaca istighfar dan zikir di dalam hati, laki-laki itu kemudian berkata kembali mengingatkan:

“Ingatlah Gita, bahwa seseorang itu berada pada aliran temannya. Pada paham, atau agama temannya. Dan aku harap, kau masih ingat QS 25: 27-28 bukan? Yang dulu sering kau bacakan padaku, agar tak menyesal di belakang hari, dan segala sesuatunya kemudian mejadi terlambat?”

“Dan ingat pula-lah hadits riwayat Imam Bukhari, dalam Fathul Bari juzu’ XV, bahwa; “Akan keluar suatu kaum akhir zaman, orang-orang muda berpaham jelek. Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyah“ (maksudnya firman-firman Tuhan yang dibawa oleh Nabi ). Iman mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagai meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu, lawanlah mereka.“

Gita tersenyum, tapi senyumnya terasa sinis di bibirnya.

Tak mau kalah dengan lelaki itu, Indra, Gita pun lalu membawakan QS 39:17-18.

“Jadi begitulah Indra, disana digambarkan bahwa orang-orang yang mendengarkan perkataaan lalu mengikuti apa yang terbaik, maka ia mendapat kabar gembira dari Tuhannya, maka aku pun demikian, Ind. Kurasa kelompok kita dulu telah keliru,“ katanya kemudian dengan tenangnya.

DUHAI, laki-laki itu semakin heran. Tak mengerti atas jalan pikiran ini.


Rupanya banyak orang telah berani menafsirkan ayat, menjadikannya sebagai alat subjektif seseorang, atau kelompok, sehingga menjadi kehilangan maknanya yang hakiki. Dijadikan sesuai dan berdasarkan keinginan hawa nafsu, sudut pandang tertentu. Apalagi bertolak belakang dari arti, tafsir, dan maksud sebenarnya. Apakah itu dilakukan secara sadar, maupun tidak. Padahal kebenaran tidak mengikuti hawa nafsu manusia.

Maka katanya kemudian kepada Gita:


“Hati-hatilah di dalam membawakan ayat, Gita. Perkataan yang paling baik hanyalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.. Itulah yang harus diikuti. Dan tetaplah engkau dalam koridor. Tidak menyimpang dan menyeleweng dari garis yang telah ditentukan-Nya, juga di contohkan Rasul-Nya SAW..”

Gita tak menjawab. Bibirnya nyata rona sinisnya. Namun ia tak mengeluarkan suara atau pun kata. Bahkan berusaha cepat dan tergesa untuk pergi.

“Maaf Indra, aku terpaksa tak bisa menemanimu lebih lama lagi. Aku ada janji, dan sedang terburu-buru,“ katanya.

Maka tak ayal lagi, laki-laki itu pun pamit pulang. Berkata untuk terakhir kali, sebelum langkah-langkahnya meninggalkan rumah itu:

“Kudoakan semoga kau mendapat perlindungan Allah, Gita. Manusia memang diberi kebebasan untuk berpikir dan berpendapat, memilih dan mendengar serta mengikuti perkataan-perkataan, tetapi tetaplah dalam koridor Allah dan RasulNya SAW., jangan sampai melampaui-Nya. Kuharap kau akan kembali seperti aku mengenalmu dulu di Kampus,“ katanya seraya beranjak bangkit bergegas melangkah keluar.

LAKI-LAKI ITU tetap bergegas dalam langkahnya. Menarik kakinya kuat-kuat. Tidak memikirkan kucuran keringat, juga tidak memikirkan lelah langkahnya. Yang penting baginya adalah bahwa ia harus pergi meninggalkan rumah tersebut, yang sudah bukan tempat nyaman melahirkan simpati, apalagi pautan hati.

“Ya, aku harus pergi. Biarlah sampai disini. Alhamdulillah,“ katanya seraya dada dikembangkan, nafas dihembuskan. Lega menghirup udara segar yang terasa.

Wajahnya berubah tenang. Warna pucat, cemas dan melasnya, sirna. Semua dikembalikan kepada Allah dan RasulNya SAW..

Dan bayangan teman-teman yang masih menanti uluran tangannya untuk mengayuh bahtera rumah tangga bersama, melakukan penegakan agama Allah di muka bumi, seakan melintas di benaknya.

“Ya mereka membutuhkan pendamping. Dan banyak di antara mereka yang belum mendapatkan pasangan yang serasi dan cocok untuk itu. Kenapa pula aku harus terfokus pada Gita, yang nyata-nyata telah berubah?“ katanya dalam hati.

Senyum manis kemudian menyinggahi bibirnya. Matanya bersinar ceria. Menatap wangi kebahagiaan masa depan, dalam gambaran harap yang terpancar jelas di mimik wajahnya itu!

Wallahu ’alam!






Senin, 22 Maret 2010

HATI SEORANG IBU



HATI SEORANG IBU

Oleh: Fatma Elly




“HANYA DUA PILIHAN, Nak,“ katanya dengan suara tertahan, “tetap menjadi istrinya kalau kau masih mencintai dan tahan menghadapinya, atau cerai kalau sudah tidak kuat lagi. Sedang kami semua akan menerimamu walau bagaimanapun jua,“ suaranya tersekat di kerongkongan. Telepon digenggamnya erat. Telinganya merapat di situ.

Dan sebelum putrinya bersuara lagi, ia telah pula meneruskan:

“Cerai adalah perbuatan halal walau dibenci Allah, Nak. Sesuatu yang diperbolehkan, demi menjaga manusia dari bencana yang lebih buruk.“

TAPI SERENTAK ITU, dada yang bergemuruh, jantung yang berdebar, membuat tubuhnya terasa lemas. Mata berkunang-kunang. Keringat dingin menyerbu. Pening di kepala langsung menyerang. Gagang telepon semakin erat dicengkeramnya.

“Saya bingung Bu. Khawatir, takut dan cemas,“ suara di telepon terdengar cemas, bingung, kacau dan serak.

“Tapi kau tetap harus memiliki pilihan, Nak,“ katanya.

Nada itu di tekannya kuat-kuat, sekuat tubuh yang di jaga dan ditahannya untuk tidak jatuh. Biar bisa berdiri tegar menerima telepon, dan kabar dari putrinya yang datang tiba-tiba, seperti halilintar menggelegar di terik siang hari.

“Kalau pilih pulang, bagaimana anak-anak, Bu?“ suara putrinya seperti tersedak di tenggorokan. Serak dan parau.

“Pasrahkan kepada Allah, Nak. Tawakal. Allah sebaik-baik pemelihara.“

“Apakah saya mampu Bu, bisa?“

“Semua manusia diuji Nak. Bukan kau saja.“

Suara tangis tersedan putrinya, terdengar lewat telepon.
Hatinya tersayat.

Sejenak, sebagai ibu, jiwanya memberontak.

“Ya Tuhan, kenapa mesti anakku? Bagian hidup yang teramat kusayangi?“ ucapnya lirih.

TANGIS TERSEDAN, kembali sesegukan. Kencang terdengar lewat telepon. Hatinya tergores, lebih tajam dari sayatan pisau. Sakit dan pedih.

Genggaman di telepon semakin kuat dicengkeramnya. Keringat dingin yang menyerbu, merambas ke alat penghubung komunikasi itu. Basah dan licin terasa di telapak dan jari-jari tangannya.

TETAPI TIDAK, ia adalah seorang ibu. Harus kuat, tabah dan bijaksana menghadapi permasalahan. Memberi kekuatan kesabaran dan ketabahan bagi seorang anak, dalam cobaan dan ujian yang menimpanya.

Maka katanya:

“Goda, coba dan uji, adalah hakekat hidup Nak. Ambil hikmahnya. Karena ia tidak selalu buruk buat kita, malah kadang baik. Kita tidak tahu, tapi Allah Maha Mengetahui. Nah berhentilah menangis. Kembali melihat dalam sudut pandang yang baik. Bersifat positiflah. Istighfar.“

Tangisan sedikit mereda. Sesegukan menghilang. Sedan masih tersisa.

“Jadi, apa yang mesti saya lakukan Bu?“ tanya suara dalam telepon lagi. Serak dan parau.

“Semua kembali padamu, Nak. Kau harus bisa mengambil keputusan, tanpa harus bergantung pada Ibu. Hati nuranimu sendiri yang merasa dan memutuskan.“

Putrinya terdiam. Tiada suara terdengar di telepon. Hanya sedan itu saja. Mungkin bingung dan galau. Kacau.
Hingga akhirnya ibunya berkata lagi:

“Kau masih mencintainya, Nak?“
Tangis sedan tertahan pula.
“Iya, Bu,“ jawab putrinya lemah. Menganggukkan kepala.

Ibu itu menarik nafas. Dadanya terasa penuh. Hatinya berseru:

“Ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, tolonglah ia, putriku. Berilah kekuatan ketabahan dan kesabaran padanya,” pintanya tulus. Setulus hati seorang ibu dalam panjatan doa, yang hanya di sampaikan dan dipohonkan kepada Tuhannya semata, bilamana anaknya mengalami kesulitan dan musibah.

Serentak itu mulutnya pun berkomat-kamit membaca puji-pujian kepada Allah., disertai shalawat pada RasulNya Saw..

Ingatannya kembali pada pengakuan putrinya.

Ternyata putriku masih mencintainya. Mengkhawatirkan anak-anaknya. Maka tak ada jalan lain, ia mesti bersabar,“ pikirnya dalam benak.

Maka katanya lagi:

“Tidakkah tadi sudah kukatakan Nak, kedudukan mulia hanyalah bersama Allah? Karena itu bersabarlah. Orang-orang yang sabar, bersama Allah. Kau mau bukan, mendapat kedudukan bersama Allah?”

“Tentu Bu. Aku mau. Aku mau.“

“Nah, hentikanlah tangis dan segukmu itu. Kau sudah akan mulai bersama Allah. Tetaplah dalam sabar. Perkuatlah. Insya Allah akan dibantu. Berjuanglah. Karena orang-orang yang sabar selalu berjuang menahan dan melawan hawa nafsunya. Juga godaan dan bujuk rayu setan,“ ujarnya pula.

Tangis di telepon tak terdengar lagi. Sama sekali terhenti.

(Cuplikan Cerita Pendek: “Ibu”, dari kumpulan Cerita Pendek, Serial Gender,: “Malam Ini Tak Ada Cinta”, Fatma Elly, Establitz, 2006)

_______________________________________________________________________

TERLIHAT JELAS, gambaran hati seorang ibu, di dalam melihat permasalahan yang menimpa. Antara hawa nafsu marah atas kejadian terhadap sang putri tersayang, dan kebijaksanaan seorang ibu dalam menanggapi pengaduan anak.

Betapa perih, sedih, sakit, pilu, hati sang ibu mendengar ini, kabar putri yang disayangi, berkelakuan baik dan mencintai suami, ternyata telah di poligami. Sang menantu telah berbagi cinta dengan perempuan lain!

TETAPI, IA ADALAH SEORANG IBU. Hamba Allah yang harus berbakti kepada TuhanNya. Percaya kepada takdir. Menerima, rida, ikhlas, terhadap segala ketentuan dan aturan-Nya. Termasuk permasalahan telah menikahnya sang menantu untuk yang kedua kali. Melakukan poligami, dan membuat putrinya menangis. Mengadukan kesedihan dan penderitaannya.

SATU HAL yang sekarang ini masih ramai dibicarakan orang, diperdebatkan, dipertentangkan, dan bersifat ‘controversial’, adalah masalah poligami.

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS 4:3)

“Dan tidaklah kamu sanggup berlaku adil kepada istri-istrimu sekalipun kamu sangat menghendakinya. Karena itu janganlah kamu miring-semiringnya kepada salah seorang istrimu, sedangkan yang lain kau biarkan ibarat barang tergantung.“ (QS 4:129)

MELIHAT KENYATAAN di atas, ibu itu berfikir:

“Jika menantunya bisa berlaku adil dalam masalah poligami ini, mencontoh RasulNya SAW., ia akan selamat. Namun kalau tidak, menuruti hawa nafsu dan keinginan setan, maka ia akan datang di hari kiamat dengan tubuh yang miring. Dan menanggung akibat dosa”.

Dan ia ingat suatu Hadist. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda:

“Barang siapa punya dua istri lalu memberatkan salah satunya, maka ia akan datang di hari kiamat nanti, dengan bahunya miring.“ (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’iy dan Ibnu Majah)

Oleh karena itu, pikir si ibu lagi:

“Jika seseorang lelaki atau menantunya itu, melakukan poligami, sementara persyaratan keadilan tidak bisa dilakukan, dan contoh Rasul SAW. tidak diikuti, akan membawa kesusahan bagi mereka yang melakukannya. Mendatangkan musibah pada istri, anak-anak, keluarga, dan dirinya sendiri sebagai seorang lelaki atau suami.”

Apalagi jika tidak mengenal, tidak mengetahui, dan tidak memahami ajaran agama. Karena nilai keikhlasan seperti pengertian dan kebijakan, tentunya tidak akan hadir di antara mereka.
Dan kalau sudah demikian, bencana akan menganga, bagaikan ular membuka mulut, menerkam dan memagut leher korbannya, dengan kuat dan ganas!

POLIGAMI sendiri, datang bukan tanpa sebab. Ada beberapa kriteria untuk itu.

Ia adalah pembatasan yang dilakukan terhadap kebiasaan dan kelakuan masa dulu. Baik di Timur atapun di Barat. Di mana para lelaki banyak memiliki istri, hingga ratusan, juga selir atau wanita piaraan. Istri tak sah. Bini tak resmi.

LALU ISLAM DATANG, membatasi. Diperbolehkan sampai empat saja. Itupun kalau bisa berlaku adil. Jadi Islam tidak semena-mena memperkenankan poligami.

SEJARAH MENCATAT, banyak terjadi ’peperangan’ yang menyebabkan kaum lelaki tewas terbunuh. Akibatnya banyak janda dan anak yatim. Kaum ibu atau keluarga yang kehilangan tulang punggung perekonomian. Yang terlantar dan menderita kemiskinan. Tidak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, juga pendidikan. Untuk itu, salah satu solusinya adalah menikahi. Agar masalah sosial, ekonomi, pendidikan dan psikologis ini, sedikit banyak bisa teratasi.

KEBUTUHAN AKAN PERNIKAHAN juga merupakan kriteria lainnya. Secara fitrah, manusia membutuhkan itu. Apalagi dalam peperangan banyak lelaki terbunuh, dan perempuan tiada teman pendamping. Mereka membutuhkan suami. Kepala keluarga, untuk memberikan ketenteraman, pengayoman, kasih sayang dan cinta.

SEPERTI SEKARANG INI, antara perempuan dan lelaki, kan tidak sebanding? Perempuan lebih banyak, lelaki sedikit. Tentunya poligami ditolerir demi mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Baik dari sudut kesehatan badan, jiwa, pikiran, keamanan, ketertiban dan penyelewengan-penyelewengan. Misalnya dekadensi moral. Kejahatan, dan banyak lagi hal lainnya yang bersifat merusak dan mebawa bencana.

TERMASUK PENYEBAB dibolehkannya poligami, juga adanya kebutuhan akan seks dan keturunan. Misal istri sakit, mandul, menstruasi, habis melahirkan, keadaan darurat atau terpaksa lainnya, sedang fitrah diri seorang lelaki menuntut itu.

KWALITAS orang beriman yang bisa menahan gejolak hawa nafsu, termasuk seksual, dengan melakukan puasa, olah raga, kerja, pokoknya macam-macam ibadahlah, patut dipuji. Tapi kondisi orang seperti itu, sedikit sekali. Tidak umum. Dan bukan merupakan tolok ukur.
Sementara yang umum, fitrah seksual mereka tetap menuntut. Tak bisa hilang.

DALAM KONDISI DEMIKIAN, sangatlah sulit bagi individual tertentu, untuk dapat menahannya. Karena tagihan ke arah itu tidak sama pada setiap orang. Maka apabila hukum secara tegas melarang, tidak boleh poligami atau kawin lagi, tidak fleksibel, luwes, alias harus beristri satu, maka dampaknya akan sangat berbahaya.

SEBAB, mereka akan tetap mencari dan mendapatkan. Apalagi bagi lelaki yang tidak terikat iman dan agama, mereka tak lihat dan tak pandang, apakah itu pelacur, perempuan sewaan, sama-sama lelaki, zinah tangan, masturbasi, onani, dan sebagainya.

DAN TERJADILAH seperti apa yang sering kita lihat. Perzinahan, kumpul kebo, prostitusi, free sex, pokoknya macam-macam. Yang akhirnya menimbulkan bencana bagi manusia. Tidak hanya bersifat individual, tapi juga sosial. Baik dilihat dari sudut kesehatan jiwa dan fisik. Jasmani rohani, maupun keamanan dan ketertiban. Kedamaian dan ketenteraman.

Efek dan dampak ini akan berimbas ke mana-mana. Penyakit kelamin, gonorchoe, HIV/AIDS, dekadensi moral, anak-anak haram yang terlantar, perempuan-perempuan yang menderita, pembunuhan dan kekerasan, pokoknya berbagai kejahatan dan kemungkaran, yang akhirnya membawa ketidakdamaian dan ketidaktenteraman masyarakat.

SELAIN ITU, poligami juga diperlukan demi kepentingan umat. Umat yang banyak dan sumber daya manusia yang berkualitas, tentu sangat dibutuhkan.

Berkata Rasulullah SAW.: “Kawinilah olehmu sekalian wanita-wanita yang banyak melahirkan anak dan penuh kecintaan. Karena sesungguhnya aku ingin mempunyai banyak umat dengan kamu sekalian. (HR. Abu Daud, An-Nasa’I dan Al-Hakim)

UMAT YANG BANYAK dan sumber daya manusia yang berkualitas, tentu sangat dibutuhkan. Apalagi Barat dengan PBB, lewat konferensi-konferensi yang diadakannya, melakukan rekayasa demografis melalui penggalakan keluarga berencana di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Dan menurut Anwar Al-Jundi, digencarkannya ketimpangan demografis sebagai ancaman terhadap keamanan dan kesejahteraan dunia, sebuah rekayasa untuk mengurangi pertambahan penduduk kaum muslimin.

DI SATU SISI umat Islam ditekan dan dikendalikan jumlah dan pertambahan penduduknya, sementara di sisi lain mereka melakukan aksi penambahan penduduknya sendiri lewat rangsangan, agar memperbanyak jumlah anak.

Suatu rekayasa yang dilakukan dalam strategi penguasaan terhadap negeri-negeri muslim, yang kalau jumlah penduduknya besar, bakal jadi satu kekuatan yang akan menyulitkan dan membahayakan mereka.

Keluarga dengan satu istri saja masih dibatasi dengan aktifitas politik keluarga berencana, apalagi poligami!

Jadi begitulah, poligami adalah salah satu unsur untuk memperkuat umat Islam.

SELAIN ITU, ISTRI YANG SEJALAN, secita-cita dan sepemikiran, tentunya sangat sekali dibutuhkan dan diutamakan bagi perkembangan dakwah. Di samping menjaga dan melindungi mereka yang aktifitas dakwahnya sangat potensial, tapi kehilangan suami karena meninggaldunia, misalnya. Atau lainnya. Sedang kelancaran dakwah adalah suatu prioritas. Menjalin ukhuwwah, mempererat hubungan di atas strategi dakwah, baik politik, ekonomi, sosial dan sebagainya, adalah hal yang penting dan utama.

Rasulullah SAW. saja misalnya memberikan contoh; ketika beliau menikahi Aisyah ra. dan Hafsah ra., dimaksudkan untuk memperkokoh hubungan ukhuwwah di antara tokoh-tokoh Abu Bakar Siddiq. dan Umar bin Khathab., yang merupakan ayah dari ummul mukminin tersebut.

Begitu pula ketika menikahi Ummu Salamah Al-Makhzumiyah, putri pemimpin Bani Makhzum yang ikut hijrah ke Habasyah dan Madinah dan suaminya syahid; apakah setelah mempertaruhkan dirinya untuk Islam, lalu ia dibiarkan saja menjanda sendirian? Tentunya tidak bukan? Ia butuh perlindungan dan pendamping.

Begitupun ketika beliau menikahi Ramlah. Selain untuk menjaga dan memelihara keimanan dan diri Ramlah, karena suaminya murtad dan mati dalam keadaan kafir, juga untuk memberi ‘kesan tersendiri dalam jiwa Abu Sufyan’, musuh besarnya yang notabene adalah ayahnya Romlah.

Begitupula ketika mengawini Juwairiyah binti Al-Harits, putri pemimpin kaumnya yang mempunyai kedudukan tinggi di kalangan Arab, hal yang sama dilakukan Rasul.

Dan ketika mengawini Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, putri penguasa Yahudi yang suaminya meninggal, selain untuk kepentingan politik, juga untuk contoh memuliakan suatu kaum. Sekaligus kasih sayang, dan jangan sampai dendam oleh kematian saudara dan ayahnya itu.

POKOKNYA, SETIAP PERKAWINAN yang dilakukan Rasulullah SAW., mengandung maslahat dan hikmah serta misi kemanusiaan yang tinggi.

JADI, bila hukum secara tegas melarang poligami, masyarakat akan rugi dan susah. Termasuk terhadap perempuan juga. Apakah gadis, istri, ibu, saudara, yah semua akan mendapat imbas dampaknya yang buruk dan merusak.

KADANGKALA PEREMPUAN suka iri dan menyanggah, dalam hal poligami ini dan bertanya:

”Bagaimana jika perempuan, yang mempunyai keinginan dan selera yang sama dalam masalah seksual, sebagaimana manusia lelaki pada laiknya, lalu diberi status hukum, dengan legalisasi berpoliandri atau bersuami lebih dari satu, apakah kira-kira kebaikannya lebih banyak daripada keburukannya?

ZAMAN PURBAKALA, poliandri pernah terjadi. Perempuan bersuami lebih dari satu. Ternyata masyarakat dan keadaan menjadi runyam dan kacau. Anak diragukan bapaknya. Bingung menentukan hak waris. Keributan, perkelahian, bahkan pembunuhan sering terjadi. Baik karena faktor kecemburuan, curiga, prasangka, egois, keserakahan ataupun harga dan kehormatan diri.

”Kedua hal tersebut, poligami dan poliandri, mempunyai dampak dan imbas yang sama. Seperti sekarang, apakah poligami menjamin ketenangan dan ketentraman? Keadilan dan kebahagiaan?” Orang suka bertanya. Apalagi perempuan barangkali.

KALAU KITA HANYA bercermin pada kehidupan masa kini, di mana penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai dan ajaran Islam, banyak terjadi, orang tidak memperaktekkan ajaran agama secara baik dan benar, apa yang digambarkan itu, memang suatu realitas yang tidak bisa dipungkiri.

NAMUN, satu hal yang harus diingat, bila ajaran, peraturan, atau perintah Allah itu dilaksanakan dan dilakukan hamba-Nya, dengan ketaatan mencontoh Rasul-Nya SAW., maka hal-hal seperti itu tak akan terjadi. Malah kedamaian dan ketenteramanlah yang mengejawantah.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:208)

DAN LAGI, satu hal yang harus kita cermati, berlaku adil sebagai persyaratan poligami, bukanlah hal yang mudah.

Jika seseorang ingin berpoligami, tidak boleh seenaknya saja. Islam agama preventif. Mencegah dan mengantisipasi suatu keadaan yang tidak diinginkan, yang mungkin saja membahayakan. Poligami, salah satu cara untuk itu. Bentuk tindakan preventif bilamana menemukan hal-hal yang seperti itu.

Sementara, kalau perempuan diberi legalisasi seperti lelaki, dengan melakukan poliandri misalnya, tentu dampaknya lebih membahayakan dan mengacaukan. Ketimbang ketenteraman yang dituju dan diinginkan untuk masyarakat umum.

Maka legalisasi semacam itu, tak ada di dalam Islam. Sedang hak-hak perempuan, Islam mengaturnya dalam bentuk aturan-aturan. Kewajiban terhadap istri tetap harus dilakukan. Tanggung jawab sebagai seorang suami dalam masalah nafkah lahir batin, harus diperhatikan. Tidak gegabah begitu saja. Ada sanksinya. Dan kalau sekiranya mereka masih melanggarnya, ada hak talak bagi perempuan.

Ia bisa bercerai untuk mendapatkan kebebasan dan kebahagiaannya. Walau cerai itu perbuatan halal yang dibenci Allah. Makanya, segala fenomena atau gejala permasalahan harus benar-benar diantisipasi sebelumnya. Harus ada pemahaman, pengertian, kesadaran dan keikhlasan. Yang terpenting; bagaimana seseorang itu harus memurnikan ketaatan kepada-Nya, di dalam mengikuti perintah Allah dan beragama.

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan agama dengan lurus), dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS 98:5)

CERITA PENDEK di atas, meski menggambarkan, betapa hati si ibu merasa sedih, pedih dan pilu, melihat dan mengetahui putrinya yang baik itu di poligami, namun ia sebagai ibu yang bijak, tetap menasihati. Supaya putrinya tetap bersabar. Bahkan memperkuat kesabarannya sebagaimana yang telah Allah firmankan:

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersikap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS 3:200)


PATUT DAN LAYAK serta pantaslah, kalau seorang sahabat bertanya:

“Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memproleh pelayanan dan persahabatanku? Nabi SAW. menjawab: “Ibumu.. ibumu.. ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu.“ (HR Mutaffak ‘Alaih)

TERNYATA, ibu memang luar biasa! Ditinggikan martabatnya karena kemuliaan kedudukannya. Hingga ia diberi kehormatan, tiga kali melebihi sang ayah!

Dan bersabdalah Rasul SAW.: ”Surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu.“ (HR. Ahmad)

MEMANG, HATI SEORANG IBU, BAK MUTIARA yang tak pernah pudar dari keaslian hakikat yang dimilikinya, yang akan selalu memancarkan perhatian dan kasih sayang terhadap anak-anaknya, sepanjang masa!


WALLAHU A’LAM.

Updated 16 hours ago · ·
Elzam Zami Cimot
Elzam Zami Cimot
Bagus banget Ummi.Tulisan yang mengena, semoga Allah menguatkan kita dalam kesabaran. Sesekali bikin cerita tentang anak laki-laki dengan ibunyadong, Ummi. He-he-he...
Today at 1:52pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Terima kasih ya Elzam Anak lelaki dengan ibunya?hehe...bisa saja Elzam...
Today at 1:55pm ·
Princess Ratia
Princess Ratia
SubhanAllah Bunda...

Catatan dan pemaparan yang sungguh luar biasa...
Ibu...Ibu..
... See More
Bunda sekalian mau bertanya, semoga bnda bisa memberi jawaban yang cukup mengena di hati...

Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Tsauban, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan mana saja yang meminta cerai terhadap suaminya, tanpa ada tindakan membahayakan,, maka haram atasnya (untuk mendapatkan) aroma surga.” (Al-Hadits).

Bagaimana Pendapat bunda tentang Hadits Di atas..???
Sungguh aku fakir dan sangat awan untuk penafsiran hadits tersebut...

Apakah itu semua ada syarat dan ketentuan yag berlaku...??? Atau masih ada kosekuensinya...???

Syukron jiddan bundaku tersayang...

Insya ALLAH Catatan ini bermanfaat untuk kehidupan ku... Amin...
Today at 1:57pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Terima kasih ya Esih. Alhamdulillah.Maaf ya namamu tdk tercantum dm daftar 'tag'. Gantian barangkali. Tapi senang lho, kamu mau kasih komen.Semoga kebaikanmu mendapat balasan Allah yang lebih banyak lagi.Amin.
Today at 2:02pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Untuk Princess.Wah, maaf ya, bunda belum tahu hadist tersebut. Pengetahuan bunda juga terbatas.Yang bunda tahu, perceraian tidak disukai, dibenci Allah, tapi fleksibility hukum kita, menghalalkannya.Mengingat hak asasi manusia, menghindarkan atau mencegah dari hal-hal buruk/lebih buruk yang akan terjadi, bilamana secara tegas, melarangnya. Dlm ... See Morecerpen tsb, penulis menyarankan, bilamana masih bisa/kuat, ya mbok dipertahankan dengan kesabaran, bahkan lebih memperkuat kesabaran.Bukankah kesabaran dan orang-orang yg sabar beserta Allah? Dicukupkan pahalanya tanpa batas? (QS 2:153, dan 2:45, 39:10)
Untuk yg lebih mengetahui dan banyak ilmunya, bunda persilahkan menjawabnya di sini.Afwan. Jazakillah khair Princess Ratia sayang..
Today at 2:16pm ·
Rafi Sandaran
Rafi Sandaran
Assalamu'alaikum..
Terima kasih sdh brbagi...
Sdikit pemahaman ttg poligami yg bs sy bca hari ini...
Smoga brmanfaat bwt saya... Amien..
Today at 2:17pm via Facebook Mobile ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Untuk Fera, terima kasih ya sudah mau mengangkat jempolnya. Maaf juga ya Fera, khala fatma kali ini belum sempat mengirimkan khusus untukmu. Bagi-bagi kali ya? Alhamdulillah. Semoga bermanfaat untuk kita semua.Amiin.
Today at 2:20pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Wa'alaikumussalam Rafi Sandaran. Alhamdulillah, insyaAllah bermanfaat untuk kita dan yang lainnya. 'Amiin. Terima kasih atas komennya.
Today at 2:23pm ·
Fera Farhana M Balwe'el
Fera Farhana M Balwe'el
Amien InsyaAllah,ga pa2 Hala Fatmah.....bagus banget tulisannya hala Fatmah....
Today at 2:24pm via Facebook Mobile ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Begitu juga untuk Eliani Kahar. Alhamdulillah sudah mau berpartisipasi. Tidak bosan di 'tag' kan? hehe..terima kasih ..salam ukhuwwah..
Today at 2:25pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Kepada HappyMaulina Pipi, terima kasih, dan alhamdulillah atas perhatiannya..
Today at 2:50pm ·
HappyMaulina Pipi
HappyMaulina Pipi
Sama2 bunda smg bermanfaat, jazakillah.
Today at 5:23pm via Facebook Mobile ·
Inggit Cemut
Inggit Cemut
hidup perempuan....hidup ibu....!!!alhmd semoga inggit amanah...bisa menjadi ibu yg baik buat anakku...
Bagus catatanny ummi.....wahh ap bisa y manusia berlaku adil???buat diri sendiri aj susahnya bukan main aplg poligami....huhuhu....sungguh mulia orang yg bisa adil.....tapi inggit ga mau akh...ogahhh di poligami....hehehe...
11 hours ago via Facebook Mobile ·
Carla Marlita
Carla Marlita
Bunda...untuk memiliki hati yang ikhlas menerima suami berpoligami bukanlah hal yang mudah seperti kita membalikkan telapak tangan, seperti bibir dengan lancar mengucapkan kata IKHLAS, namun di dalam hati menjeritttt meskipun poligami tersimpan rahmat dan pahala sebagai balasannya..terimakasih bunda sudah berbagi cerita..Love u Lillahi Ta'ala..
11 hours ago ·
Ambar Setiawan
Ambar Setiawan
Inilah dunia..satu rahmat yang tidak akan habis walau seluruh makhluq berkerumun untuk menghabiskannya..Inilah dunia yang tak habis waktu untuk menggalinya..Dan inilah Dunia..Panggung kehidupan yang penuh dengan hiruk pikuk dan geliat tipu dayanya..Yang indah belum tentu sedap..yang sedap belum tentu disuka..

Poligami dan perceraian itu ibarat obat sakit kepala..rasanya pahit tapi bisa menyembuhkan..umi tolong lanjutkan..
10 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Iya. Adil itu susah. Begitu pula ikhlas. Apalagi bagi kita yg masih daif ini. Tetapi ia bukan pula merupakan 'utopia' kan? sebagaimana Islam itu juga bukan merupakan ajaran yang utopi. Tiada realitasnya di dlm sejarah/kehidupan. Urusan hati, yg mengetahui dan menghitungnya hanyalah Allah. Malaikat hanya mencatat amal. Bukan hati. Meski kita selalu ... See Moreberdoa, agar hati kita dibersihkan dari segala selain-Nya. Untuk itu pengertian ikhlas itu sendiri adalah murni. Tidak bercampur, dengan sesuatu apapun. Beribadah kepada Allah, tanpa memperserikatkan-Nya dengan apapun. Termasuk diri kita. Hawa nafsu kita. Keinginan-keinginan kita. Termasuk keinginan di dalam memiliki suami. Siapakah yang menginginkan suaminya berbagi? Jangan kata keinginan memiliki suami, keinginan untuk memiliki diri sendiri, tanpa jasad berpisah dengan ruh, kembali kepada sang Pemilik, kan tdk bisa? Selebihnya, poligami bukan gampang untuk di tolerir. Persyaratannya berat, dan rasanya sukar sekali bisa direalisasikan. Makanya Allah menyatakan:jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...Terima kasih utk semua komen, dan semoga tulisan ini bermanfaat utk kita semua. Bukan hanya perempuan, tapi juga lelaki.'Amiin.
10 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Sekali lagi untuk semua yang telah memberikan komen dan partisipasinya, bunda ucapkan terima kasih, semoga Allah membalas amal baiknya. Kepada Allah-lah segala pujian. Alhamdulillahi rabbil 'alaamiiin.
10 hours ago ·
Ambar Setiawan
Ambar Setiawan
Terima kasih umi..semoga 4JJ1 SWT memberi kekuatan dalam menghadapi hidup..lalu 4JJ1 berikan kemudahan dalam menjalani hidup..serta memberi keselamatan dalam mempertanggung jawabkan hidup yang kita lalui ini..
10 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Ambar Setiawan, terima kasih atas komenmu. Rasanya cukup panjang ummi menulis. Baik di dlm cerita, maupun dlm meresponi komen. Jazakillah khairan jaza'utk semua.Tanpa mengurangi satu namapun, meski tidak satu persatu ummi sebutkan di sini. Syukran, dan lillah... Maafkan ummi, wallahu 'alam.
10 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Amiin ya Rabb! Insyaallah, begitulah yang kita kehendaki. Sekali lagi terima kasih Ambar!
10 hours ago ·
Amin Mukhtasor
Amin Mukhtasor
Assalamu'alaikum,,,,????
Bunda Fatma yang diberikan kelebihan oleh Allah swt.... KEROHIMAN (kasih syang) seorang ibu terhadap anak2nya,,, jika dinilaikan, tak akan ternilai dengan harta,,,, jika seorang anak akan membalas akan kebaikannya,,,, tak akan pernah terbalas olehnya.

Hati Ibu yang sholihah,,,,,,, bahtera MUTIARA nan putih berkilau, sehingga Allah swt pun memuji dan memuliakannya baik di dunia maupun diakhirat,,,,, apalagi hamba2-NYA yang ada disekelilingnya,,,, SUBHANALLAH.
... See More
Bunda Fatma tercinta,,,,
Sungguh sangat disayangkan, banyak Ibu yang kurang memahami akan penjabaran makna RAHIM (kandungan) yang Allah berikan kepadanya. Dan banyak pula anak2 yang kurang tau dan memahami akan keberadaan MUTIARA nan putih berkilau itu,,,, sehingga mereka menyia-nyiakan akan keberadaannya,,,, Apalagi setelah ketiadaanya.

Mudah2an kita semua termasuk hamba_Nya yang slalu dalam lindungan dan hidayah_Nya,,, amin.
7 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Wa'laikumussalam Amin Mukhtasor anakku tercinta, engkau benar. Kadang-kadang perempuan, istri/ibu kurang memahami makna dan arti dari dirinya sendiri. Bagaimana ia memiliki 'keistimewaan yang berlebih'. Seperti apa yang dimiliki oleh 'ummul Mukminin Khodijah binti Khuailiid, Fatimah binti Rasulullah SAW., Aisyah binti Abu Bakar,dsbnya, bahkan ... See Moresebelumnya seperti Maryam binti 'Imron, Hajar, sang budak Afrika. Bagaimana ia berlari dari Shafa- Marwa, berulang-ulang, hanyalah mencari 'air' (kehidupan) utk putranya Ismail as. di tengah kehausan yg melanda.(seperti skrg, kehausan thdp arti kehidupan sesungguhnya, yg penuh arti dan makna itu). Perempuan kuat sll berjuang untuk anak-anaknya, bagi kehidupannya, sebagaimana 'air' yg memberikan arti hidup bagi lingkungan/sekeliling. Baik laki atau perempuan. Sehingga lahirlah dari rahim mereka tokoh-tokoh 'pahlawan' sejati. Yg kita kenal sepanjang masa.Untuk doamu Amin Mukhtasor, kuucapkan 'amiin ya Rabbal 'alaamin.

Mudah2an kita semua termasuk hamba_Nya yang slalu dalam lindungan dan hidayah_Nya,,, amin.
12 minutes ago ·