Senin, 22 Maret 2010

HATI SEORANG IBU



HATI SEORANG IBU

Oleh: Fatma Elly




“HANYA DUA PILIHAN, Nak,“ katanya dengan suara tertahan, “tetap menjadi istrinya kalau kau masih mencintai dan tahan menghadapinya, atau cerai kalau sudah tidak kuat lagi. Sedang kami semua akan menerimamu walau bagaimanapun jua,“ suaranya tersekat di kerongkongan. Telepon digenggamnya erat. Telinganya merapat di situ.

Dan sebelum putrinya bersuara lagi, ia telah pula meneruskan:

“Cerai adalah perbuatan halal walau dibenci Allah, Nak. Sesuatu yang diperbolehkan, demi menjaga manusia dari bencana yang lebih buruk.“

TAPI SERENTAK ITU, dada yang bergemuruh, jantung yang berdebar, membuat tubuhnya terasa lemas. Mata berkunang-kunang. Keringat dingin menyerbu. Pening di kepala langsung menyerang. Gagang telepon semakin erat dicengkeramnya.

“Saya bingung Bu. Khawatir, takut dan cemas,“ suara di telepon terdengar cemas, bingung, kacau dan serak.

“Tapi kau tetap harus memiliki pilihan, Nak,“ katanya.

Nada itu di tekannya kuat-kuat, sekuat tubuh yang di jaga dan ditahannya untuk tidak jatuh. Biar bisa berdiri tegar menerima telepon, dan kabar dari putrinya yang datang tiba-tiba, seperti halilintar menggelegar di terik siang hari.

“Kalau pilih pulang, bagaimana anak-anak, Bu?“ suara putrinya seperti tersedak di tenggorokan. Serak dan parau.

“Pasrahkan kepada Allah, Nak. Tawakal. Allah sebaik-baik pemelihara.“

“Apakah saya mampu Bu, bisa?“

“Semua manusia diuji Nak. Bukan kau saja.“

Suara tangis tersedan putrinya, terdengar lewat telepon.
Hatinya tersayat.

Sejenak, sebagai ibu, jiwanya memberontak.

“Ya Tuhan, kenapa mesti anakku? Bagian hidup yang teramat kusayangi?“ ucapnya lirih.

TANGIS TERSEDAN, kembali sesegukan. Kencang terdengar lewat telepon. Hatinya tergores, lebih tajam dari sayatan pisau. Sakit dan pedih.

Genggaman di telepon semakin kuat dicengkeramnya. Keringat dingin yang menyerbu, merambas ke alat penghubung komunikasi itu. Basah dan licin terasa di telapak dan jari-jari tangannya.

TETAPI TIDAK, ia adalah seorang ibu. Harus kuat, tabah dan bijaksana menghadapi permasalahan. Memberi kekuatan kesabaran dan ketabahan bagi seorang anak, dalam cobaan dan ujian yang menimpanya.

Maka katanya:

“Goda, coba dan uji, adalah hakekat hidup Nak. Ambil hikmahnya. Karena ia tidak selalu buruk buat kita, malah kadang baik. Kita tidak tahu, tapi Allah Maha Mengetahui. Nah berhentilah menangis. Kembali melihat dalam sudut pandang yang baik. Bersifat positiflah. Istighfar.“

Tangisan sedikit mereda. Sesegukan menghilang. Sedan masih tersisa.

“Jadi, apa yang mesti saya lakukan Bu?“ tanya suara dalam telepon lagi. Serak dan parau.

“Semua kembali padamu, Nak. Kau harus bisa mengambil keputusan, tanpa harus bergantung pada Ibu. Hati nuranimu sendiri yang merasa dan memutuskan.“

Putrinya terdiam. Tiada suara terdengar di telepon. Hanya sedan itu saja. Mungkin bingung dan galau. Kacau.
Hingga akhirnya ibunya berkata lagi:

“Kau masih mencintainya, Nak?“
Tangis sedan tertahan pula.
“Iya, Bu,“ jawab putrinya lemah. Menganggukkan kepala.

Ibu itu menarik nafas. Dadanya terasa penuh. Hatinya berseru:

“Ya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, tolonglah ia, putriku. Berilah kekuatan ketabahan dan kesabaran padanya,” pintanya tulus. Setulus hati seorang ibu dalam panjatan doa, yang hanya di sampaikan dan dipohonkan kepada Tuhannya semata, bilamana anaknya mengalami kesulitan dan musibah.

Serentak itu mulutnya pun berkomat-kamit membaca puji-pujian kepada Allah., disertai shalawat pada RasulNya Saw..

Ingatannya kembali pada pengakuan putrinya.

Ternyata putriku masih mencintainya. Mengkhawatirkan anak-anaknya. Maka tak ada jalan lain, ia mesti bersabar,“ pikirnya dalam benak.

Maka katanya lagi:

“Tidakkah tadi sudah kukatakan Nak, kedudukan mulia hanyalah bersama Allah? Karena itu bersabarlah. Orang-orang yang sabar, bersama Allah. Kau mau bukan, mendapat kedudukan bersama Allah?”

“Tentu Bu. Aku mau. Aku mau.“

“Nah, hentikanlah tangis dan segukmu itu. Kau sudah akan mulai bersama Allah. Tetaplah dalam sabar. Perkuatlah. Insya Allah akan dibantu. Berjuanglah. Karena orang-orang yang sabar selalu berjuang menahan dan melawan hawa nafsunya. Juga godaan dan bujuk rayu setan,“ ujarnya pula.

Tangis di telepon tak terdengar lagi. Sama sekali terhenti.

(Cuplikan Cerita Pendek: “Ibu”, dari kumpulan Cerita Pendek, Serial Gender,: “Malam Ini Tak Ada Cinta”, Fatma Elly, Establitz, 2006)

_______________________________________________________________________

TERLIHAT JELAS, gambaran hati seorang ibu, di dalam melihat permasalahan yang menimpa. Antara hawa nafsu marah atas kejadian terhadap sang putri tersayang, dan kebijaksanaan seorang ibu dalam menanggapi pengaduan anak.

Betapa perih, sedih, sakit, pilu, hati sang ibu mendengar ini, kabar putri yang disayangi, berkelakuan baik dan mencintai suami, ternyata telah di poligami. Sang menantu telah berbagi cinta dengan perempuan lain!

TETAPI, IA ADALAH SEORANG IBU. Hamba Allah yang harus berbakti kepada TuhanNya. Percaya kepada takdir. Menerima, rida, ikhlas, terhadap segala ketentuan dan aturan-Nya. Termasuk permasalahan telah menikahnya sang menantu untuk yang kedua kali. Melakukan poligami, dan membuat putrinya menangis. Mengadukan kesedihan dan penderitaannya.

SATU HAL yang sekarang ini masih ramai dibicarakan orang, diperdebatkan, dipertentangkan, dan bersifat ‘controversial’, adalah masalah poligami.

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS 4:3)

“Dan tidaklah kamu sanggup berlaku adil kepada istri-istrimu sekalipun kamu sangat menghendakinya. Karena itu janganlah kamu miring-semiringnya kepada salah seorang istrimu, sedangkan yang lain kau biarkan ibarat barang tergantung.“ (QS 4:129)

MELIHAT KENYATAAN di atas, ibu itu berfikir:

“Jika menantunya bisa berlaku adil dalam masalah poligami ini, mencontoh RasulNya SAW., ia akan selamat. Namun kalau tidak, menuruti hawa nafsu dan keinginan setan, maka ia akan datang di hari kiamat dengan tubuh yang miring. Dan menanggung akibat dosa”.

Dan ia ingat suatu Hadist. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda:

“Barang siapa punya dua istri lalu memberatkan salah satunya, maka ia akan datang di hari kiamat nanti, dengan bahunya miring.“ (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’iy dan Ibnu Majah)

Oleh karena itu, pikir si ibu lagi:

“Jika seseorang lelaki atau menantunya itu, melakukan poligami, sementara persyaratan keadilan tidak bisa dilakukan, dan contoh Rasul SAW. tidak diikuti, akan membawa kesusahan bagi mereka yang melakukannya. Mendatangkan musibah pada istri, anak-anak, keluarga, dan dirinya sendiri sebagai seorang lelaki atau suami.”

Apalagi jika tidak mengenal, tidak mengetahui, dan tidak memahami ajaran agama. Karena nilai keikhlasan seperti pengertian dan kebijakan, tentunya tidak akan hadir di antara mereka.
Dan kalau sudah demikian, bencana akan menganga, bagaikan ular membuka mulut, menerkam dan memagut leher korbannya, dengan kuat dan ganas!

POLIGAMI sendiri, datang bukan tanpa sebab. Ada beberapa kriteria untuk itu.

Ia adalah pembatasan yang dilakukan terhadap kebiasaan dan kelakuan masa dulu. Baik di Timur atapun di Barat. Di mana para lelaki banyak memiliki istri, hingga ratusan, juga selir atau wanita piaraan. Istri tak sah. Bini tak resmi.

LALU ISLAM DATANG, membatasi. Diperbolehkan sampai empat saja. Itupun kalau bisa berlaku adil. Jadi Islam tidak semena-mena memperkenankan poligami.

SEJARAH MENCATAT, banyak terjadi ’peperangan’ yang menyebabkan kaum lelaki tewas terbunuh. Akibatnya banyak janda dan anak yatim. Kaum ibu atau keluarga yang kehilangan tulang punggung perekonomian. Yang terlantar dan menderita kemiskinan. Tidak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, juga pendidikan. Untuk itu, salah satu solusinya adalah menikahi. Agar masalah sosial, ekonomi, pendidikan dan psikologis ini, sedikit banyak bisa teratasi.

KEBUTUHAN AKAN PERNIKAHAN juga merupakan kriteria lainnya. Secara fitrah, manusia membutuhkan itu. Apalagi dalam peperangan banyak lelaki terbunuh, dan perempuan tiada teman pendamping. Mereka membutuhkan suami. Kepala keluarga, untuk memberikan ketenteraman, pengayoman, kasih sayang dan cinta.

SEPERTI SEKARANG INI, antara perempuan dan lelaki, kan tidak sebanding? Perempuan lebih banyak, lelaki sedikit. Tentunya poligami ditolerir demi mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Baik dari sudut kesehatan badan, jiwa, pikiran, keamanan, ketertiban dan penyelewengan-penyelewengan. Misalnya dekadensi moral. Kejahatan, dan banyak lagi hal lainnya yang bersifat merusak dan mebawa bencana.

TERMASUK PENYEBAB dibolehkannya poligami, juga adanya kebutuhan akan seks dan keturunan. Misal istri sakit, mandul, menstruasi, habis melahirkan, keadaan darurat atau terpaksa lainnya, sedang fitrah diri seorang lelaki menuntut itu.

KWALITAS orang beriman yang bisa menahan gejolak hawa nafsu, termasuk seksual, dengan melakukan puasa, olah raga, kerja, pokoknya macam-macam ibadahlah, patut dipuji. Tapi kondisi orang seperti itu, sedikit sekali. Tidak umum. Dan bukan merupakan tolok ukur.
Sementara yang umum, fitrah seksual mereka tetap menuntut. Tak bisa hilang.

DALAM KONDISI DEMIKIAN, sangatlah sulit bagi individual tertentu, untuk dapat menahannya. Karena tagihan ke arah itu tidak sama pada setiap orang. Maka apabila hukum secara tegas melarang, tidak boleh poligami atau kawin lagi, tidak fleksibel, luwes, alias harus beristri satu, maka dampaknya akan sangat berbahaya.

SEBAB, mereka akan tetap mencari dan mendapatkan. Apalagi bagi lelaki yang tidak terikat iman dan agama, mereka tak lihat dan tak pandang, apakah itu pelacur, perempuan sewaan, sama-sama lelaki, zinah tangan, masturbasi, onani, dan sebagainya.

DAN TERJADILAH seperti apa yang sering kita lihat. Perzinahan, kumpul kebo, prostitusi, free sex, pokoknya macam-macam. Yang akhirnya menimbulkan bencana bagi manusia. Tidak hanya bersifat individual, tapi juga sosial. Baik dilihat dari sudut kesehatan jiwa dan fisik. Jasmani rohani, maupun keamanan dan ketertiban. Kedamaian dan ketenteraman.

Efek dan dampak ini akan berimbas ke mana-mana. Penyakit kelamin, gonorchoe, HIV/AIDS, dekadensi moral, anak-anak haram yang terlantar, perempuan-perempuan yang menderita, pembunuhan dan kekerasan, pokoknya berbagai kejahatan dan kemungkaran, yang akhirnya membawa ketidakdamaian dan ketidaktenteraman masyarakat.

SELAIN ITU, poligami juga diperlukan demi kepentingan umat. Umat yang banyak dan sumber daya manusia yang berkualitas, tentu sangat dibutuhkan.

Berkata Rasulullah SAW.: “Kawinilah olehmu sekalian wanita-wanita yang banyak melahirkan anak dan penuh kecintaan. Karena sesungguhnya aku ingin mempunyai banyak umat dengan kamu sekalian. (HR. Abu Daud, An-Nasa’I dan Al-Hakim)

UMAT YANG BANYAK dan sumber daya manusia yang berkualitas, tentu sangat dibutuhkan. Apalagi Barat dengan PBB, lewat konferensi-konferensi yang diadakannya, melakukan rekayasa demografis melalui penggalakan keluarga berencana di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Dan menurut Anwar Al-Jundi, digencarkannya ketimpangan demografis sebagai ancaman terhadap keamanan dan kesejahteraan dunia, sebuah rekayasa untuk mengurangi pertambahan penduduk kaum muslimin.

DI SATU SISI umat Islam ditekan dan dikendalikan jumlah dan pertambahan penduduknya, sementara di sisi lain mereka melakukan aksi penambahan penduduknya sendiri lewat rangsangan, agar memperbanyak jumlah anak.

Suatu rekayasa yang dilakukan dalam strategi penguasaan terhadap negeri-negeri muslim, yang kalau jumlah penduduknya besar, bakal jadi satu kekuatan yang akan menyulitkan dan membahayakan mereka.

Keluarga dengan satu istri saja masih dibatasi dengan aktifitas politik keluarga berencana, apalagi poligami!

Jadi begitulah, poligami adalah salah satu unsur untuk memperkuat umat Islam.

SELAIN ITU, ISTRI YANG SEJALAN, secita-cita dan sepemikiran, tentunya sangat sekali dibutuhkan dan diutamakan bagi perkembangan dakwah. Di samping menjaga dan melindungi mereka yang aktifitas dakwahnya sangat potensial, tapi kehilangan suami karena meninggaldunia, misalnya. Atau lainnya. Sedang kelancaran dakwah adalah suatu prioritas. Menjalin ukhuwwah, mempererat hubungan di atas strategi dakwah, baik politik, ekonomi, sosial dan sebagainya, adalah hal yang penting dan utama.

Rasulullah SAW. saja misalnya memberikan contoh; ketika beliau menikahi Aisyah ra. dan Hafsah ra., dimaksudkan untuk memperkokoh hubungan ukhuwwah di antara tokoh-tokoh Abu Bakar Siddiq. dan Umar bin Khathab., yang merupakan ayah dari ummul mukminin tersebut.

Begitu pula ketika menikahi Ummu Salamah Al-Makhzumiyah, putri pemimpin Bani Makhzum yang ikut hijrah ke Habasyah dan Madinah dan suaminya syahid; apakah setelah mempertaruhkan dirinya untuk Islam, lalu ia dibiarkan saja menjanda sendirian? Tentunya tidak bukan? Ia butuh perlindungan dan pendamping.

Begitupun ketika beliau menikahi Ramlah. Selain untuk menjaga dan memelihara keimanan dan diri Ramlah, karena suaminya murtad dan mati dalam keadaan kafir, juga untuk memberi ‘kesan tersendiri dalam jiwa Abu Sufyan’, musuh besarnya yang notabene adalah ayahnya Romlah.

Begitupula ketika mengawini Juwairiyah binti Al-Harits, putri pemimpin kaumnya yang mempunyai kedudukan tinggi di kalangan Arab, hal yang sama dilakukan Rasul.

Dan ketika mengawini Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, putri penguasa Yahudi yang suaminya meninggal, selain untuk kepentingan politik, juga untuk contoh memuliakan suatu kaum. Sekaligus kasih sayang, dan jangan sampai dendam oleh kematian saudara dan ayahnya itu.

POKOKNYA, SETIAP PERKAWINAN yang dilakukan Rasulullah SAW., mengandung maslahat dan hikmah serta misi kemanusiaan yang tinggi.

JADI, bila hukum secara tegas melarang poligami, masyarakat akan rugi dan susah. Termasuk terhadap perempuan juga. Apakah gadis, istri, ibu, saudara, yah semua akan mendapat imbas dampaknya yang buruk dan merusak.

KADANGKALA PEREMPUAN suka iri dan menyanggah, dalam hal poligami ini dan bertanya:

”Bagaimana jika perempuan, yang mempunyai keinginan dan selera yang sama dalam masalah seksual, sebagaimana manusia lelaki pada laiknya, lalu diberi status hukum, dengan legalisasi berpoliandri atau bersuami lebih dari satu, apakah kira-kira kebaikannya lebih banyak daripada keburukannya?

ZAMAN PURBAKALA, poliandri pernah terjadi. Perempuan bersuami lebih dari satu. Ternyata masyarakat dan keadaan menjadi runyam dan kacau. Anak diragukan bapaknya. Bingung menentukan hak waris. Keributan, perkelahian, bahkan pembunuhan sering terjadi. Baik karena faktor kecemburuan, curiga, prasangka, egois, keserakahan ataupun harga dan kehormatan diri.

”Kedua hal tersebut, poligami dan poliandri, mempunyai dampak dan imbas yang sama. Seperti sekarang, apakah poligami menjamin ketenangan dan ketentraman? Keadilan dan kebahagiaan?” Orang suka bertanya. Apalagi perempuan barangkali.

KALAU KITA HANYA bercermin pada kehidupan masa kini, di mana penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai dan ajaran Islam, banyak terjadi, orang tidak memperaktekkan ajaran agama secara baik dan benar, apa yang digambarkan itu, memang suatu realitas yang tidak bisa dipungkiri.

NAMUN, satu hal yang harus diingat, bila ajaran, peraturan, atau perintah Allah itu dilaksanakan dan dilakukan hamba-Nya, dengan ketaatan mencontoh Rasul-Nya SAW., maka hal-hal seperti itu tak akan terjadi. Malah kedamaian dan ketenteramanlah yang mengejawantah.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:208)

DAN LAGI, satu hal yang harus kita cermati, berlaku adil sebagai persyaratan poligami, bukanlah hal yang mudah.

Jika seseorang ingin berpoligami, tidak boleh seenaknya saja. Islam agama preventif. Mencegah dan mengantisipasi suatu keadaan yang tidak diinginkan, yang mungkin saja membahayakan. Poligami, salah satu cara untuk itu. Bentuk tindakan preventif bilamana menemukan hal-hal yang seperti itu.

Sementara, kalau perempuan diberi legalisasi seperti lelaki, dengan melakukan poliandri misalnya, tentu dampaknya lebih membahayakan dan mengacaukan. Ketimbang ketenteraman yang dituju dan diinginkan untuk masyarakat umum.

Maka legalisasi semacam itu, tak ada di dalam Islam. Sedang hak-hak perempuan, Islam mengaturnya dalam bentuk aturan-aturan. Kewajiban terhadap istri tetap harus dilakukan. Tanggung jawab sebagai seorang suami dalam masalah nafkah lahir batin, harus diperhatikan. Tidak gegabah begitu saja. Ada sanksinya. Dan kalau sekiranya mereka masih melanggarnya, ada hak talak bagi perempuan.

Ia bisa bercerai untuk mendapatkan kebebasan dan kebahagiaannya. Walau cerai itu perbuatan halal yang dibenci Allah. Makanya, segala fenomena atau gejala permasalahan harus benar-benar diantisipasi sebelumnya. Harus ada pemahaman, pengertian, kesadaran dan keikhlasan. Yang terpenting; bagaimana seseorang itu harus memurnikan ketaatan kepada-Nya, di dalam mengikuti perintah Allah dan beragama.

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan agama dengan lurus), dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS 98:5)

CERITA PENDEK di atas, meski menggambarkan, betapa hati si ibu merasa sedih, pedih dan pilu, melihat dan mengetahui putrinya yang baik itu di poligami, namun ia sebagai ibu yang bijak, tetap menasihati. Supaya putrinya tetap bersabar. Bahkan memperkuat kesabarannya sebagaimana yang telah Allah firmankan:

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersikap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS 3:200)


PATUT DAN LAYAK serta pantaslah, kalau seorang sahabat bertanya:

“Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak memproleh pelayanan dan persahabatanku? Nabi SAW. menjawab: “Ibumu.. ibumu.. ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu.“ (HR Mutaffak ‘Alaih)

TERNYATA, ibu memang luar biasa! Ditinggikan martabatnya karena kemuliaan kedudukannya. Hingga ia diberi kehormatan, tiga kali melebihi sang ayah!

Dan bersabdalah Rasul SAW.: ”Surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu.“ (HR. Ahmad)

MEMANG, HATI SEORANG IBU, BAK MUTIARA yang tak pernah pudar dari keaslian hakikat yang dimilikinya, yang akan selalu memancarkan perhatian dan kasih sayang terhadap anak-anaknya, sepanjang masa!


WALLAHU A’LAM.

Updated 16 hours ago · ·
Elzam Zami Cimot
Elzam Zami Cimot
Bagus banget Ummi.Tulisan yang mengena, semoga Allah menguatkan kita dalam kesabaran. Sesekali bikin cerita tentang anak laki-laki dengan ibunyadong, Ummi. He-he-he...
Today at 1:52pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Terima kasih ya Elzam Anak lelaki dengan ibunya?hehe...bisa saja Elzam...
Today at 1:55pm ·
Princess Ratia
Princess Ratia
SubhanAllah Bunda...

Catatan dan pemaparan yang sungguh luar biasa...
Ibu...Ibu..
... See More
Bunda sekalian mau bertanya, semoga bnda bisa memberi jawaban yang cukup mengena di hati...

Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Tsauban, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan mana saja yang meminta cerai terhadap suaminya, tanpa ada tindakan membahayakan,, maka haram atasnya (untuk mendapatkan) aroma surga.” (Al-Hadits).

Bagaimana Pendapat bunda tentang Hadits Di atas..???
Sungguh aku fakir dan sangat awan untuk penafsiran hadits tersebut...

Apakah itu semua ada syarat dan ketentuan yag berlaku...??? Atau masih ada kosekuensinya...???

Syukron jiddan bundaku tersayang...

Insya ALLAH Catatan ini bermanfaat untuk kehidupan ku... Amin...
Today at 1:57pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Terima kasih ya Esih. Alhamdulillah.Maaf ya namamu tdk tercantum dm daftar 'tag'. Gantian barangkali. Tapi senang lho, kamu mau kasih komen.Semoga kebaikanmu mendapat balasan Allah yang lebih banyak lagi.Amin.
Today at 2:02pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Untuk Princess.Wah, maaf ya, bunda belum tahu hadist tersebut. Pengetahuan bunda juga terbatas.Yang bunda tahu, perceraian tidak disukai, dibenci Allah, tapi fleksibility hukum kita, menghalalkannya.Mengingat hak asasi manusia, menghindarkan atau mencegah dari hal-hal buruk/lebih buruk yang akan terjadi, bilamana secara tegas, melarangnya. Dlm ... See Morecerpen tsb, penulis menyarankan, bilamana masih bisa/kuat, ya mbok dipertahankan dengan kesabaran, bahkan lebih memperkuat kesabaran.Bukankah kesabaran dan orang-orang yg sabar beserta Allah? Dicukupkan pahalanya tanpa batas? (QS 2:153, dan 2:45, 39:10)
Untuk yg lebih mengetahui dan banyak ilmunya, bunda persilahkan menjawabnya di sini.Afwan. Jazakillah khair Princess Ratia sayang..
Today at 2:16pm ·
Rafi Sandaran
Rafi Sandaran
Assalamu'alaikum..
Terima kasih sdh brbagi...
Sdikit pemahaman ttg poligami yg bs sy bca hari ini...
Smoga brmanfaat bwt saya... Amien..
Today at 2:17pm via Facebook Mobile ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Untuk Fera, terima kasih ya sudah mau mengangkat jempolnya. Maaf juga ya Fera, khala fatma kali ini belum sempat mengirimkan khusus untukmu. Bagi-bagi kali ya? Alhamdulillah. Semoga bermanfaat untuk kita semua.Amiin.
Today at 2:20pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Wa'alaikumussalam Rafi Sandaran. Alhamdulillah, insyaAllah bermanfaat untuk kita dan yang lainnya. 'Amiin. Terima kasih atas komennya.
Today at 2:23pm ·
Fera Farhana M Balwe'el
Fera Farhana M Balwe'el
Amien InsyaAllah,ga pa2 Hala Fatmah.....bagus banget tulisannya hala Fatmah....
Today at 2:24pm via Facebook Mobile ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Begitu juga untuk Eliani Kahar. Alhamdulillah sudah mau berpartisipasi. Tidak bosan di 'tag' kan? hehe..terima kasih ..salam ukhuwwah..
Today at 2:25pm ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Kepada HappyMaulina Pipi, terima kasih, dan alhamdulillah atas perhatiannya..
Today at 2:50pm ·
HappyMaulina Pipi
HappyMaulina Pipi
Sama2 bunda smg bermanfaat, jazakillah.
Today at 5:23pm via Facebook Mobile ·
Inggit Cemut
Inggit Cemut
hidup perempuan....hidup ibu....!!!alhmd semoga inggit amanah...bisa menjadi ibu yg baik buat anakku...
Bagus catatanny ummi.....wahh ap bisa y manusia berlaku adil???buat diri sendiri aj susahnya bukan main aplg poligami....huhuhu....sungguh mulia orang yg bisa adil.....tapi inggit ga mau akh...ogahhh di poligami....hehehe...
11 hours ago via Facebook Mobile ·
Carla Marlita
Carla Marlita
Bunda...untuk memiliki hati yang ikhlas menerima suami berpoligami bukanlah hal yang mudah seperti kita membalikkan telapak tangan, seperti bibir dengan lancar mengucapkan kata IKHLAS, namun di dalam hati menjeritttt meskipun poligami tersimpan rahmat dan pahala sebagai balasannya..terimakasih bunda sudah berbagi cerita..Love u Lillahi Ta'ala..
11 hours ago ·
Ambar Setiawan
Ambar Setiawan
Inilah dunia..satu rahmat yang tidak akan habis walau seluruh makhluq berkerumun untuk menghabiskannya..Inilah dunia yang tak habis waktu untuk menggalinya..Dan inilah Dunia..Panggung kehidupan yang penuh dengan hiruk pikuk dan geliat tipu dayanya..Yang indah belum tentu sedap..yang sedap belum tentu disuka..

Poligami dan perceraian itu ibarat obat sakit kepala..rasanya pahit tapi bisa menyembuhkan..umi tolong lanjutkan..
10 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Iya. Adil itu susah. Begitu pula ikhlas. Apalagi bagi kita yg masih daif ini. Tetapi ia bukan pula merupakan 'utopia' kan? sebagaimana Islam itu juga bukan merupakan ajaran yang utopi. Tiada realitasnya di dlm sejarah/kehidupan. Urusan hati, yg mengetahui dan menghitungnya hanyalah Allah. Malaikat hanya mencatat amal. Bukan hati. Meski kita selalu ... See Moreberdoa, agar hati kita dibersihkan dari segala selain-Nya. Untuk itu pengertian ikhlas itu sendiri adalah murni. Tidak bercampur, dengan sesuatu apapun. Beribadah kepada Allah, tanpa memperserikatkan-Nya dengan apapun. Termasuk diri kita. Hawa nafsu kita. Keinginan-keinginan kita. Termasuk keinginan di dalam memiliki suami. Siapakah yang menginginkan suaminya berbagi? Jangan kata keinginan memiliki suami, keinginan untuk memiliki diri sendiri, tanpa jasad berpisah dengan ruh, kembali kepada sang Pemilik, kan tdk bisa? Selebihnya, poligami bukan gampang untuk di tolerir. Persyaratannya berat, dan rasanya sukar sekali bisa direalisasikan. Makanya Allah menyatakan:jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...Terima kasih utk semua komen, dan semoga tulisan ini bermanfaat utk kita semua. Bukan hanya perempuan, tapi juga lelaki.'Amiin.
10 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Sekali lagi untuk semua yang telah memberikan komen dan partisipasinya, bunda ucapkan terima kasih, semoga Allah membalas amal baiknya. Kepada Allah-lah segala pujian. Alhamdulillahi rabbil 'alaamiiin.
10 hours ago ·
Ambar Setiawan
Ambar Setiawan
Terima kasih umi..semoga 4JJ1 SWT memberi kekuatan dalam menghadapi hidup..lalu 4JJ1 berikan kemudahan dalam menjalani hidup..serta memberi keselamatan dalam mempertanggung jawabkan hidup yang kita lalui ini..
10 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Ambar Setiawan, terima kasih atas komenmu. Rasanya cukup panjang ummi menulis. Baik di dlm cerita, maupun dlm meresponi komen. Jazakillah khairan jaza'utk semua.Tanpa mengurangi satu namapun, meski tidak satu persatu ummi sebutkan di sini. Syukran, dan lillah... Maafkan ummi, wallahu 'alam.
10 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Amiin ya Rabb! Insyaallah, begitulah yang kita kehendaki. Sekali lagi terima kasih Ambar!
10 hours ago ·
Amin Mukhtasor
Amin Mukhtasor
Assalamu'alaikum,,,,????
Bunda Fatma yang diberikan kelebihan oleh Allah swt.... KEROHIMAN (kasih syang) seorang ibu terhadap anak2nya,,, jika dinilaikan, tak akan ternilai dengan harta,,,, jika seorang anak akan membalas akan kebaikannya,,,, tak akan pernah terbalas olehnya.

Hati Ibu yang sholihah,,,,,,, bahtera MUTIARA nan putih berkilau, sehingga Allah swt pun memuji dan memuliakannya baik di dunia maupun diakhirat,,,,, apalagi hamba2-NYA yang ada disekelilingnya,,,, SUBHANALLAH.
... See More
Bunda Fatma tercinta,,,,
Sungguh sangat disayangkan, banyak Ibu yang kurang memahami akan penjabaran makna RAHIM (kandungan) yang Allah berikan kepadanya. Dan banyak pula anak2 yang kurang tau dan memahami akan keberadaan MUTIARA nan putih berkilau itu,,,, sehingga mereka menyia-nyiakan akan keberadaannya,,,, Apalagi setelah ketiadaanya.

Mudah2an kita semua termasuk hamba_Nya yang slalu dalam lindungan dan hidayah_Nya,,, amin.
7 hours ago ·
Fatma Elly
Fatma Elly
Wa'laikumussalam Amin Mukhtasor anakku tercinta, engkau benar. Kadang-kadang perempuan, istri/ibu kurang memahami makna dan arti dari dirinya sendiri. Bagaimana ia memiliki 'keistimewaan yang berlebih'. Seperti apa yang dimiliki oleh 'ummul Mukminin Khodijah binti Khuailiid, Fatimah binti Rasulullah SAW., Aisyah binti Abu Bakar,dsbnya, bahkan ... See Moresebelumnya seperti Maryam binti 'Imron, Hajar, sang budak Afrika. Bagaimana ia berlari dari Shafa- Marwa, berulang-ulang, hanyalah mencari 'air' (kehidupan) utk putranya Ismail as. di tengah kehausan yg melanda.(seperti skrg, kehausan thdp arti kehidupan sesungguhnya, yg penuh arti dan makna itu). Perempuan kuat sll berjuang untuk anak-anaknya, bagi kehidupannya, sebagaimana 'air' yg memberikan arti hidup bagi lingkungan/sekeliling. Baik laki atau perempuan. Sehingga lahirlah dari rahim mereka tokoh-tokoh 'pahlawan' sejati. Yg kita kenal sepanjang masa.Untuk doamu Amin Mukhtasor, kuucapkan 'amiin ya Rabbal 'alaamin.

Mudah2an kita semua termasuk hamba_Nya yang slalu dalam lindungan dan hidayah_Nya,,, amin.
12 minutes ago ·

Senin, 15 Maret 2010

GLOBAL VERSUS

GLOBAL VERSUS

Oleh: Fatma Elly


“HERAN, zaman sudah modern begini, ada saja yang berpikir dan berperilaku kebelakang. Ke abad pertengahan,” ujar Anna dalam gereget gemas wajahnya yang berkilat, di saat menunggu jam kuliah tiba.

“Bayangkan saja, di zaman keterbukaan, eh malah menutupi diri. Mengekang pergaulan bebas,“ sambungnya lagi seraya kepalanya bergoyang ke kanan dan ke kiri, seolah merasa heran atas perilaku beberapa teman-teman kampusnya.

“Coba pikir, Jakarta ini kan panas, eh malah pakai pakaian begitu,“ katanya pula.

“Iya, ya. Aku juga heran,“ sambut Lusia, “kok mereka bisa sih, hidup kayak gitu. Membatasi pergaulan dengan lelaki, tidak mengikuti selera mode, tidak peduli tren masa kini, aneh!“ Keningnya berkerenyit, alis dan bahunya terangkat.

“Ya tentu saja Lus, fundamentalis memang gitu. Ingin kembali pada kemurnian agama. Orang-orang kolot yang lupa, bahwa era sudah sedemikian tinggi nilai peradabannya, berbeda jauh dengan dulu,“ cetus Anna lagi.

Sementara itu, saya yang dari tadi diam tak berkomentar, kini tak dapat menahan diri lagi.

“Aku heran padamu Ann, kok kamu sinis gitu ? Padahal kau selalu mendengungkan kebebasan dan hak asasi manusia? Sekarang kayaknya kau malah ingin merampas kebebasan dan hak-hak mereka, dengan cemooh seperti itu!“ ujar saya tak kalah gemas dan geramnya.

"Justru sebaliknya Lyd. Aku yang heran, kok mereka tak menghargai kebebasan dan hak asasi mereka?“ balasnya pula dengan sinis dan ejekan yang kentara.

“Mungkin ukuran kebebasan dan hak asasi mereka lain denganmu Ann,“ jawab saya lagi.

“Ah aku pikir, mereka hanyalah orang-orang yang ketinggalan zaman.“

“Bukan ketinggalan zaman Ann, malah kau harus salut dan angkat topi pada mereka. Zaman materialisme begini, dimana pola hidup hedonis dan konsumeris sudah sedemikian menguasai masyarakat, malah mereka sanggup menunjukkan eksistensi dan kepribadian mereka, tanpa terpengaruh kultur global.“

“Tapi, yah mana bisa maju kalau gitu? Sejarah mencatat, Eropa bangkit karena memisahkan agama dari Negara, dan dari kehidupan umum. Coba saja lihat, ilmu dan teknologi mereka jadi tinggi dan berkembang. Peradaban mereka menguasai kehidupan global. Hegemoni kekuasaan juga di tangan mereka, mau contoh yang bagaimana lagi?“

“Jangan lupa, Ann. Sejarah sekularisme Eropa lahir, karena ketidaksesuaian agama mereka dengan ilmu pengetahuan. Dan kezaliman yang dilakukan gereja serta para pendetanya. Sedang Islam tidak seperti itu. Malah menyuruh menuntut ilmu, mulai dari buaian hingga keliang lahad. Bahkan sampai kenegeri Cina. Orang-orang beriman dan berilmu, diangkat beberapa derajat diatas manusia lainnya. Jadi Islam sangat mengutamakan ilmu. Itulah yang kubaca dari buku yang dipinjamkan Isti.“

Isti? Wah rupanya kau telah ditularinya Lyd. Yang penting kan realitas. Nah realitasnya sekarang bagaimana? Maju? “ katanya lagi seakan mengejek.

“Muslimin dulu umat yang jaya, Ann. Terbaik, adil dan pilihan. Mereka menguasai sampai ke Eropa, Spanyol, Perancis Selatan, Sisilia, bahkan orang Barat banyak belajar di Sekolah Tinggi Islam Toledo. Mereka pintar juga karena dicerahkan kaum muslimin. Filsafat Yunani gak di kenal tanpa mereka, Ann.“

“Ah, dulu. Bangga banget sih dengan dulu. Yang penting sekarang Lyd. Sekarang!“

“Tapi, dulu kan sejarah, Ann. Tolok-ukur masa kini. Pelajaran untuk sekarang dan yang akan datang,“ kata saya bersemangat.

“Wah, rupanya kau telah menjadi fundamentalis pula Lyd,“ ucapnya mencemooh.

Dan sebelum sempat saya menjawab, ia telah menyambungnya lagi dengan cepat:

“Aku tetap dengan pendapatku, Lyd. Bahwa kemajuan hanya bisa tercapai karena memisahkan agama dari Negara. Dari kehidupan secara umum. Maka dari itu, tidak ada jalan lain, kita harus meniru Barat. Membebaskan diri dari keterkungkungan agama yang kolot. Mengikuti perkembangan dan kemajuan zaman.“

Saya bertambah geram dan jengkel padanya.

“Sebenarnya, apa sih, ukuran kemajuan menurutmu Ann? Apakah hidup bebas tanpa ikatan moral dan agama? Bebas, sebebas-bebasnya? Lalu, apakah itu mungkin? Apakah itu bakal menghasilkan kebaikan? Ketenteraman, kedamaian, keselamatan dan kebahagiaan?“ ucap saya pula beruntun, seolah orator sedang berpidato dengan semangatnya.

Ia diam, tapi wajahnya masam.

Saya pun melanjutkan, tak kalah semangatnya dengan yang tadi.

“Berbicara tentang realitas seperti apa yang kau katakan tadi, maka bagaimanakah realitas masa kini, Ann? Zaman dengan peradaban Barat yang kau bangga-banggakan itu? Apakah terisi kebaikan? Keadilan, ketenteraman, kedamaian, persamaan, persaudaraan, kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan?“ kata saya beruntun dan betubi-tubi pula.

Ia masih jua diam.
Dan saya menambahkan lagi, kali ini bernada lembut penuh ajakan.

“Bukalah hatimu Ann. Lihatlah sekeliling. Asia, Afrika, dunia. Adakah realitas seperti itu? Atau bahkan mungkin terbalik?“

“Aaah, pusing gue. Debat melulu! Yang senang dengan kelompok jeans dan kaos berlengan pendek, dan tetap mau bergabung, ya disini. Yang tidak mau, ingin berubah dan mau pindah, silahkan buka. Ganti dengan jubah dan jilbab, masuk kelompok Isti. Pusing-pusing amat!“ potong Rita jengkel dan sebal. Menyindir dengan nada keras.

(Petikan dari Kumpulan Cerita Pendek, Serial Gender: “Jubah Menggantikan Jeans”, dalam buku: “Malam Ini Tak Ada Cinta”, Fatma Elly, Establitz, 2006)

NYATA TERLIHAT, dalam cerminan cerita pendek di atas, adanya dua kubu yang berbeda, dengan dua paham atau pandangan yang berbeda pula. Di antara para mahasiswi yang terdapat pada suatu kampus, di mana mereka sedang belajar menyerap dan menuntut ilmu.

Kubu pertama diwakili oleh Isti dan kawan-kawan. ‘Berbusana muslimah’, tapi dianggap fundamentalis. Berbau ‘kultur’ Arab.
Kubu kedua diwakili oleh Anna, Rita, dan kawan-kawannya. Berbusana ‘jeans dan kaos berlengan pendek’.

Sementara si tokoh ‘saya’, Lydia, berada di tengah, di antara kedua kubu tersebut. Meski awalnya berada di kelompok Anna, Rita dan kawan-kawan. Tapi kemudian mulai menjurus pada yang pertama. Kelompok Isti. Karena hidayah Allah, dan kemauan mencari dan mengkaji, mempelajari nilai-nilai dan ajaran Islam, serta sering berada di kelompok Isti. Mau menemani dan berkawan.

Kedua kubu tersebut, saling berseberangan. Baik di dalam cara berpakaian, berperilaku maupun di dalam cara berpikir dan sudut pandang. Bahkan di dalam selera.

Kubu pertama merasa terpanggil oleh nilai agama yang dianutnya, maka mereka berbusana muslimah:

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu…………” (QS 33:59)

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS 24:31)

Hadits Asma’ binti Abi Bakar ra.: Kami telah diberi hadits oleh Al-Walid dari Sa’id bin Basyir dari Qatadah dari Khalid bin Diryak dari ‘Aisyah bahwa Asma’ binti Abi Bakar memasuki rumah Nabi SAW. dengan pakaian yang tipis. Sehingga ketika beliau memergokinya, beliau bersabda:

“Hai Asma’,apabila wanita telah mencapai masa haidh (masa baligh), maka ia tak boleh dipandang, kecuali ini dan ini.” (Kemudian Rasulullah menunjuk kepada wajah dan dua telapak tangannya).

PROF AKBAR S. AHMED, dalam bukunya ’Posmodernisme Bahaya dan Harapan Bagi Islam’, Mizan, berkata antara lain:

”Karena kekuatan dan keagresifan media Barat dan sikapnya yang anti Islam, orang muslim kehilangan kapasitas untuk merepresentasikan diri mereka. Bahkan untuk menyatakan apa yang mereka lihat dan ketahui, sebagai realitas hidup mereka”.

“Realitas muslim bagi dunia, sungguh telah menjadi citra-citra di televisi, kata permusuhan di surat kabar, humor yang kejam dalam gurauan universal.”

”Orang muslim tidak punya suara di media, tidak punya mimbar. Sehingga tidak dapat menolak dan menjelaskan. Ungkapan identitas kultural muslim, dipandang sebagai fanatisme. Tuntutan muslim untuk mendapatkan hak-haknya yang absah, dipandang sebagai fundamentalisme”.

Ya seperti itulah.

Memakai busana muslimah dengan jubah dan jilbab untuk menutup aurat sebagaimana yang diperintahkan Allah, dikatakan fanatis dan fundamentalis. Bergaya Arab. Padahal perintah Allah.

SEMENTARA ITU John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya ‘Megatrends 2000’ memprediksi bahwa abad XXI ini ditandai dengan adanya berbagai kesamaan, dengan tiga F: food, fashion, dan fun. (makanan, mode dan hiburan), sedang Jalaluddin Rakhmat, menambahkannya dengan faith, fear, facts, fiction, dan formulation. (keprcayaan, rasa takut, fakta/realitas, yang tak berdasarkan kenyataan yang sesungguhnya, perumusan)

NAMUN, bukan semua itu yang akan penulis fokuskan di sin secara terperinci. Hanya lebih terpusat pada adanya global versus di antara masyarakat penduduknya.

Jelas di atas terlihat gambaran ‘fashion’/ mode, atau cara berpakaian yang berbeda di antara mereka penghuni dunia. Sesuatu yang berseberangan. Atau berlainan. Saling berhadapan satu sama lain. Tidak sama.
Amerikanisasi lewat ‘jeans dan kaos berlengan pendek’ dihadapi dengan jubah dan jilbab.

Begitu pula dengan alam pikiran dan sudut pandang. Yang pertama ingin kembali kepada ajaran agama, mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya SAW., sedang yang lainnya berkiblat kepada Barat dengan skularisme yang dianutnya.
Yang petama, kelompok Isti menganggap “kemajuan”, bagaimana mereka bisa loyal/setia dengan ajaran agama dan mengikuti keseluruhan nilainya berdasarkan perintah Tuhan-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:208)

SEDANG YANG LAINNYA menilai kemajuan berdasarkan paham dari Barat, yang tidak mencampuradukkan agama di dalam kehidupan umum. Kehidupan pribadi dipisahkan dari kehidupan sosial/Negara.

Yang pertama melihat dari aspek sejarah, kejayaan umat, berdasarkan penerapan ajaran agama, termasuk bagaimana menggali, mencari dan memiliki ilmu, sementara yang lain mengganggap ilmu dan teknologi bisa maju dan berkembang karena adanya pemisahan tersebut.

Yang pertama melihat dari aspek sejarah, bahwa peradaban Islam saat itu, memperlihatkan ketenteraman, kebaikan, keadilan dan kedamaian, pertengahan di antara kehidupan akhirat dan dunia, (QS 28:77), yang melahirkan kesejahteraan, bahkan sesudah beberapa priode waktu kemudian, pada zaman Umar bin Abdul Aziz, menduduki singgasana Khalifah hanya selama dua setengah tahun, setelah kebobrokan yang melanda bani Umaiyah, beliau berhasil membuat rakyat nya menjadi kaya dan makmur. Sehingga orang ingin mengeluarkan zakat terpaksa mundar-mandir ke sana-sini mencari orang-orang yang patut menerimanya. Tetapi, tidak juga menemukan. Sehingga terpaksa pulang ke rumah, membawa kembali zakat yang hendak dibagi-bagikan. (lihat buku: “Kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, K.H. Firdaus A. N., Publicita, 1977

Begitu pula Al Qur’an menginformasikan:

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu……………..(QS 2:143)

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah daripada yang munkar, dan beriman kepada Allah…………………...“. (QS 3:110)

Bersamaan dengan globalisasi gaya hidup, yang dicetuskan John Naisbitt dan Patricia Aburdene, maka bangkit pula kehidupan beragama. Dan mereka berdua menyebutnya dengan kebangkitan umat Islam. Dimana-mana Islam sedang memperlihatkan identitasnya.

Mereka kembali sadar. Dan untuk itu, memperjuangkan ke arah yang lebih baik. Sebagaimana dulu, zaman keemasan yang pernah diraihnya. Dengan peradaban baik yang mereka miliki, di antaranya oleh kepemilikan ilmu pengetahuan, dimana agama mereka sangat menjunjung tinggi untuk itu. Menyerukan untuk menuntut dan mempelajarinya. Dan menilainya dengan derajat yang lebih tinggi, dibanding dengan mereka yang biasa/tidak mememiliki iman dan ilmu.


“…………….niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…………… “ (QS 58 :11).

“…………………….Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui, dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran.” (QS 39:9).

Juga yang berkenaan dengan ilmu ini, bisa dilihat pada QS 29 :43, 49, 13: 43, 27:40, 7: 7, 52, 55:3-4. 3:190-191.

“Orang berilmu (ulama) itu adalah pewaris dari Nabi-Nabi.” (Dirawikan Abu Dawud, Ath-Thurmudzi, dari Abid Darda’).

“Isi langit dan isi bumi memintakan ampun untuk orang yang berilmu.” (ini adalah sebagian dari Hadits Abid Darda’).

“Menuntut ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim”. (HR.Ibnu Majah dari Anas).

“Carilah ilmu itu meskipun di negeri Cina; karena sesungguhnya mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam, para Malaikat meletakkan sayapnya (memayungkan sayapnya) karena senang (rela) dengan yang ia tuntut”. (HR. Ibnu Abdul Barr).

“Kelebihan orang berilmu atas orang ‘abid (orang yang banyak ibadahnya), adalah seperti kelebihan bulan malam purnama dari bintang-bintang yang lain.” (dirawikan Abu Dawud, At-Tirmidzi dll, dari Abid Darda’).

“Barangsiapa menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka dianugerahi Allah kepadanya jalan ke sorga”. (HR Muslim dari Abi Hurairah).

Dan lain-lain lagi yang menyatakan keutamaan ilmu, dan orang yang mencari dan memilikinya.

TAK PELAKLAH, kalau di dalam sejarah dinyatakan bahwa ilmu yang bersifat praktek pragmatis, eksperimen, datangnya dari Islam. Bahkan filsafat Yunani dikenal dan diketahui melalui tangan-tangan kaum muslimin.

SADAR, bahwa zaman yang mereka katakan kemajuan, karena mengikuti peradaban Barat dengan segala ajarannya itu, termasuk hak asasi dan demokrasi, tapi sebenarnya membawa malapetaka dan kerusakan sebagaimana yang digambarkan oleh tokoh cerpen di atas, membuat mereka semakin gigih melakukan jalan kembali kepada Islam.
Semata-mata untuk melakukan perbaikan. Seperti yang dilakukan Isti dan kawan-kawannya itu.

Karena realitas yang ditemui, kemajuan yang didengungkan, baik berkenaan dengan peri kehidupan pada umumnya, atau yang mengenai hak asasi dan demokrasi, masih merupakan sesuatu yang dipertanyakan, apakah benar-benar sudah terealisasi, atau hanya kata tanpa arti yang sebenarnya.

Akhir dari Cerita Pendek, Serial Gender, dengan judul di atas “Jubah Menggantikan Jeans”, memperlihatkan, betapa kemajuan dengan fenomena kebebasan yang didengungkannya, ternyata hanyalah mendatangkan malapetaka bagi Anna, Rita, dan kawan-kawan-kawannya itu. Anna hamil, begitu juga Rita:

“Hidupku hancur Lyd. Aku hamil. Orang tuaku mengusirku, Dony meninggalkanku. Rita marah dan mengancamku, karena ia juga dihamili Dony,” katanya.

GLOBAL VERSUS ini jauh-jauh sudah difenomenai oleh Al Qur’an:

“………………………Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS 2:251)

Untuk itu, Sirah Nabawiyah dan Al Qur’an telah memperlihatkan: Bagaimana Rasulullah SAW. bersama kaum muslimin telah mencapai kemenangan besar pada saat Futuh Mekkah/ Jatuhnya/ Kemenangan Besar atas Mekkah. Dan ini diinformasikan Al Qur’an:

Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS 17:81)

Ya, Global Versus akan melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka serta merta yang batil itu lenyap……………”(QS 21:18).


Wallahu ‘alam