Rabu, 03 Maret 2010

P R A S A N G K A

P R A S A N G K A

Oleh: Fatma Elly



RONA BINAR DI MATA, terawang pikir terbauri pompaan rasa bangga atas diri yang mampu mengambil keputusan tegas, tanpa takut akan resiko perceraian, dapat mengatasi masalah dan problema hidup tanpa harus ketakutan kehilangan suami dan nafkah yang diberikan, terlihat nyata di gambaran wajahnya itu.

Dan wajah tersebut semakin nanar bersinar, dalam sorot pandang kagum dan bangga, pada apa yang telah dicapai.

“Seperti kau lihat, nyatanya aku bisa hidup, Wi. Bahkan, mampu membiayai ketiga anak-anakku dengan baik. Walaupun ayahnya tidak memberikan nafkah sebagaimana mestinya.“

Setelah sejenak terdiam, ia kembali meneruskan:

“Yang kasihannya, banyak perempuan tidak bisa berpikir dan bertindak seperti aku, Wi. Mereka terkungkung dalam kelemahan dan ketidak berdayaan. Kemalasan dan kebodohan. Ketergantungan dan serba takut. Ya tentu saja, jadilah mereka menderita. Tidak bisa berbuat apa-apa di dalam kesengsaraannya.“

Binaran mata, sinaran wajah, tambah membuatnya bersemangat dalam berbicara.

Kau tahu,“ terusnya lagi dalam luapan semangat bicaranya, “sebenarnya lelaki itu telah menjadikan perempuan sebagai si dewi dan si tolol, Wi!“

Karena saya masih diam tak menanggapi, maka ia berkata pula:

“Kau tahu si dewi dan si tolol itu Wi?“

Dan sebelum pertanyaannya terjawab, ia sudah berucap pula:

“Maaf, aku bukan menyindirmu, Wi, karena kebetulan namamu Dewi. Tapi aku lagi ingat Bung Karno. Di dalam bukunya Sarinah, dengan mengutip professor Havelock Ellis, ia menggambarkan bahwa kaum perempuan yang bodoh, lemah, penakut, singkat pikiran, nerimo, mengambing sebagai ternak, dijaga dan dipelihara, tidak ubahnya sebagai blasteran dewi dan si tolol, Wi.”

PADA DETIK INI saya berkomentar: “Jangan berperasangka buruk, Ros“.

“Bukan prasangka buruk Wi. Tapi ini kenyataan!“ cetusnya pula bersemangat.

Tiada kata maupun suara di antara kami. Hanya keheningan merenggut suasana. Hingga akhirnya Rosliana mengakhiri kunjungannya. Pulang.

ROSLIANA KEMBALI DATANG, ketika menyampaikan berita tentang suami saya.

“Nah Wi, betul kan kataku. Laki-laki memang tidak bisa dipercaya. Di rumah suami kita, di luar, wow, mereka menyeleweng dengan perempuan lain! Sedang sang isteri, mau saja dibodohi. Berbaik sangka terhadap suami. Setia!“

Pada mulanya saya tak mengerti arah tujuan kata-kata itu. Saya pikir, seperti kebiasaannya, yang senang membicarakan masalah laki-laki, perempuan dan rumah tangga, maka kali ini pun ia sedang berbicara kearah itu. Jadi saya tak begitu memperhatikan. Tetap diam sambil mengaduk-aduk teh di atas meja, agar terasa lebih manis.

Merasa tidak diperhatikan, Rosliana semakin penasaran.

“Wi, aku ini serius,“ katanya. “Aku sedang akan membuktikan padamu, bahwa perkiraanku itu benar. Bukan hanya sekedar prasangka, yang lelaki itu suka menyeleweng, di balik kesetiaan isterinya di rumah. Jadi, kau dan aku, sama, Wi. Punya suami tidak setia! Lebih buruk lagi, mereka, kaum yang iri pada kita Wi. Karena perempuan sekarang sudah pintar cari uang sendiri!“

Hati saya berdetak mendengar kalimat itu. Tapi masih bisa mengontrol dan menahan diri.

“Maksudmu apa sih Ros, kok bawa-bawa suami tidak setia?“

Bibir Rosliana merekah sedikit, seulas senyum tampak di wajahnya.

“Sebenarnya aku tak pantas, dan tidak boleh mengadukan hal ini padamu, Wi. Tapi aku kawanmu. Dan ingin membuktikan, bahwa para lelaki itu suka menyeleweng. Tidak setia! Tukang iri!“

Lalu setelah sejenak terdiam, meneruskan dengan sorot mata tajam: “Aku tadi melihat suamimu dengan seorang perempuan muda, Wi. Gandengan tangan lagi!“

Mendengar ini, detak jantung saya keras berdetak.

(Edit cuplikan dari Kumpulan Cerpen, Serial Gender, “Prasangka”. Pada buku: “Malam Ini Tak Ada Cinta”, Fatma Elly, Establitz, 2006)


“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS 49:12)

DALAM CUPLIKAN CERITA TERSEBUT, terlihat fenomena seperti yang tertera dalam cerminan Al Qur’an di atas. Gunjing dan prasangka! Dan ini banyak ditemui di kalangan perempuan. Tetapi tulisan ini lebih memfokuskan pada prasangka. Bukan pada gunjingannya.

ROSLIANA prototipe perempuan yang suka berprasangka. Kenapa demikian? Rupanya ia telah mengalami suatu peristiwa atau pengalaman dalam hidupnya, yang membuatnya kecewa. Ia telah bercerai dari sang suami. Sehingga dengan sendirinya psikologisnya terganggu. Salah satu dampak dari itu adalah, lahirnya prasangka. Suatu penyakit hati!

DALAM TULISAN INI tidak diperlukan menjabarkan sebab terjadinya perceraian itu. Namun satu hal yang dapat diraba, Rosliana seorang wanita karir. Karena ia telah berhasil mengatasi permasalahan perekonomian rumah tangganya dengan tiga orang anak, tanpa pemberian nafkah dari seorang lelaki. Dari bekas suaminya. Untuk itu ia merasa bangga dengan diri. Mandiri, berdiri di atas kakinya sendiri. Merujuk salah satu ciri dari paham eksistensialis dan humanis, yang mungkin dimilikinya. Seorang manusia patut dibanggakan, karena wujud dirinya sendiri.

SATU HAL LAGI, selain bangga dengan dirinya sebagai wujud ‘manusia’nya itu, eksistensinya, iapun merasa bangga sebagai seorang perempuan; yang ‘tak mau kalah’. Minta disejajarkan dengan lelaki. Berdasarkan kemampuan diri, dan bukan ‘membedakannya karena ia hanyalah seorang perempuan’.Yang pada anggapannya; banyak perempuan menjadi menderita karena: “Mereka terkungkung dalam kelemahan dan ketidak berdayaan. Kemalasan dan kebodohan. Ketergantungan dan serba takut…..tidak bisa berbuat apa-apa di dalam kesengsaraannya.“

SEHINGGA IA MERASA KASIHAN. Apalagi membandingkannya dengan dirinya sendiri. Dan berkata: “Yang kasihannya, banyak perempuan tidak bisa berpikir dan bertindak seperti aku, Wi “.

Fenomena kefeminisannya tergambar disini.

DI SAMPING ITU, terlihat pula, ia seorang perempuan karir yang suka membaca. Terbukti pada saat ia melontarkan tulisan Bung Karno dalam bukunya “Sarinah”, yang mengutip pendapat professor Havelock Ellis. Dan menggambarkan bahwa kaum perempuan yang bodoh, lemah, penakut, singkat pikiran, nerimo, mengambing sebagai ternak, dijaga dan dipelihara, tidak ubahnya sebagai blasteran dewi dan si tolol!

DAN IA SANGAT TIDAK MENYETUJUI atas sikap perempuan seperti itu. Sebagaimana Bung Karno atau Havelock Ellis, mengumpamakan perempuan yang semacam itu sebagai blasteran si dewi dan si tolol!

IA INGIN MERUBAH INI. Berontak dari keterkungkungan dan ketercengkeraman yang mengakibatkan kelemahan dan ketidakberdayaan. Kemalasan dan kebodohan. Serba takut dan tidak bisa berbuat apa-apa! Dan model perempuan seperti ini terlihat di dalam tuntutan emansipasinya.

EMANSIPASI, yang awal katanya berasal dari bahasa Latin; emancipatio, mengandung arti pembebasan dari tangan kekuasaan.

Yang dipertanyakan: Apakah yang dimaksudkan kekuasaan Tuhan, lelaki, atau sistem patriarki?

Sementara emansipasi wanita dikenal sebagai perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dan kebebasan seperti kaum lelaki. Sedang feminisme sendiri lahir abad 19 di dunia Barat, setelah Revolusi Amerika Serikat tahun 1776. Saat mereka berjuang menyusun kemerdekaan, dengan tokoh-tokohnya antara lain: Mercy Otis Warren, Abigail Smith Adams.

Dan Revolusi Perancis 1789, dengan tokoh-tokohnya antara lain: Theroigne de Mericourt, Rose Lacombe, Louise Chably, Olympe de Gouges, Madame Roland.

Sementara di Inggeris 1792, feminisme lahir bersamaan dengan terbitnya buku Mary Wollstonecraft yang berjudul: “Vindication of the Rights of Woman”. Ia menuntut agar wanita secara ekonomis dimerdekakan dari kaum lelaki. “Merdekakanlah wanita mencari makannya sendiri!” teriaknya antara lain.

DI INGGERIS INILAH terjadi pergerakan emansipasi wanita yang paling hebat. Kita kenal dengan sebutan: Feminisme. Dengan tokoh-tokohnya selain seperti yang disebutkan tadi, juga Emmeline Pankhurst dan tiga puterinya: Christabel Pankhurst, Sylvia Pankhurst, Adele Pankhurst. Juga ada; Mrs. Fawcett dan Mrs. Despard.

Feminis-feminis ini seringkali melakukan demontrasi-demontrasi umum, melawan perintah-perintah polisi, dan sebagainya lagi. Mereka mendirikan partai: “Women’s social and political Union” lebih terkenal dengan sebutan: partai “suffragettes”.

PERJALANAN SELANJUTNYA dari pergerakan wanita ini ke Jerman, terjadi pada tahun 1890. Dan pada
tahun 1891 di tiap kota Jerman, didirikan komisi-komisi ‘penyedar’, komisi-komisi ‘agitasi’, yang pekerjaannya menyemangatkan kaum perempuan untuk berjuang. Tokoh-tokohnya antara lain: Emma Ihrer, Clara Zetkin.

SISI LAIN dari pergerakan wanita Jerman ini adalah membawa soal wanita ke lapangan ilmu pengetahuan dan menghubungkannya kepada soal masyarakat pada umumnya. Jadi soal perempuan bukan hanya soal sekse, tetapi sosial. Satu problema sosial! Wanita tak mungkin merdeka, sebelum ekonomis mereka merdeka. Dan ekonomis perempuan merdeka terjadi di dalam pergaulan hidup yang sosialistis!

Terutama sekali mereka menuntut hak pemilihan bagi wanita. Karena perjuangan sosialistis di dalam mengejar sosialisme, mengharuskan tuntutan kepada hak-hak politik; bersuara, bersidang, berserikat, dan sebagainya lagi. Yang merupakan suatu perjuangan di dalam parlemen! (Lihat Buku: ‘Sarinah’ oleh Bung Karno di atas)

BEGITULAH, pergerakan feminisme terus berjalan. Memenuhi Eropa dan dunia. Baik di Barat atau Timur. Utara dan Selatan. Sampai ke dunia Timur!

TADI sudah dikatakan dan dijudulkan: yang difokuskan di sini mengenai prasangka! Baik prasangka individual, seperti tokoh cerita di atas; Rosliana. Atau sosial. Prasangka secara umum, yang sepaham dan sependapat dengan pandangan mereka.

MEREKA berasumsi bahwa dalam masyarakat Islam yang bersistem patriarki, perempuan makhluk subordinat! Di bawah lelaki. Bukan makhluk utuh!

JADI ADA PERBEDAAN. Dan perbedaan itu mereka ingin hapuskan. Agar perempuan disejajarkan dengan lelaki. Begitu pula mereka menganggap, di dalam Islam atau masyarakat muslim ada ketidakadilan. Ketiksamaan. Maka perlu disamakan. Diadilkan. Perlu dilakukan perjuangan membela keadilan. Persamaan hak dan kebebasan bagi perempuan di segala bidang kehidupan. Bahkan bersifat radikal seperti Women Liberation’s.

LALU BAGAIMANA? Tengok dulu ayat-ayat ini:

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran……(QS 10: 36)

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS 6:116)

“……………..dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS 45:24)

DI DALAM ISLAM, dalam rangka ibadah kepada Allah, lelaki dan perempuan sama. Tidak dibeda-bedakan: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS 16:97)

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain…..” (QS 3:195)

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS 33:35)

“……………….;mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka…………….” (QS 2:187)

“Wanita adalah belahan separo (yang sama) dengan pria. (HR.Abu Dawud dan Ahmad)

TERLIHAT JELAS, perempuan dan lelaki dari segi kemanusiaannya, ‘sama’. Tapi secara biologis, fisiologis, psikologisnya; tidak.

“Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan………” (QS 3:36)

KENAPA?

Yang mengetahui hakekat kehidupan dengan segala makhluk ciptaan-Nya, Allah! Si Pemilik Ilmu dan Akal Mutlak! Maka Dia menciptakan lelaki dan perempuan dari jenis atau unsur yang sama, demi keharmonisasian, kelanggengan, lestari, keamanan, ketenteraman, kedamaian, keselamatan hidup keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, berdasarkan peraturan - peraturan, petunjuk, undang-undang, dan nilai-nilai ajaran-Nya, diiringi contoh teladan Rasul-Nya SAW., semata-mata untuk
kebaikan umat manusia dan kehidupan itu sendiri!

Dan Dia sama sekali tidak zalim! Tidak menganiaya! Sebaliknya yang zalim, manusia itu sendiri. Yang merasa sombong dengan ilmu, harta, kekuasaan, kedudukan yang mereka miliki atau apapun lainnya, sehingga ingin membuat peraturan sendiri berdasarkan hawa nafsu, padahal mereka tetaplah bodoh, di atas dasar sumber ilmu mereka yang datang dari Allah, dan kepemilikan ilmu mereka yang sedikit!

Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya.” (QS 8:51)

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS 33:72)

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya…….” (QS 2:31)

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS 3:164)

BEGITU PULA bisa dilihat, bagaimana besar dan luas serta tingginya ilmu Allah itu dalam ayat-ayat di bawah ini: “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta) ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah……” (QS 31:27)

Katakanlah: “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum (habis) ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS 18:109)

IRONINYA, manusia yang sombong itu, ilmunya sedikit. Apalagi yang berkenaan dengan masalah ‘roh’.

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidak kami diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS 17:85)

JADI SEKALI LAGI, lelaki dan perempuan, sama dari segi kemanusiaan untuk suatu tujuan yang baik dan hakiki, tapi berbeda dari segi kodrat masing-masing. Mereka berada di dalam peran, fungsi, tanggung jawab dan kewajibannya sendiri-sendiri, di atas keharmonisasian, kelestarian, kelanggengan, kedamaian, kelanjutan kehidupan generasi manusia dan kesejahteraan serta keselamatan untuknya!

HAK-HAK seperti pendidikan, pengajaran, pengetahuan, ilmu, ekonomi, sosial, hukum, politik, dan lain-lain, didapatkan orang-orang Barat melalui perjuangan yang sengit menelan banyak korban darah dan jiwa di abad sekitar awal dan bergantinya abad 19, maka perempuan Islam telah memperolehnya di sekitar abad 7. Bayangkan!

BANYAK contoh-contoh yang bisa diberikan. Namun ini hanya beberapa saja:
Misalnya Khodijah binti Khuwailiid, ‘Ummul Mu’minin, memiliki hak ekonomi. Beliau seorang pengusaha wanita. Manager.

Fatimah binti Rasulullah SAW., hak politik, dan lain sebagainya. Beliau bersuara lantang pada saat memerotes pembagian tanah Fadak.
A’isyah binti Abu Bakar Siddik, hak pengajaran dan pendidikan, sastra dan budaya, bahkan kedokteran.

Berkata Abu Musa al Asy’ari: “Tidak ada sesuatu masalah yang musykil dan rumit, melainkan kami dapat keterangannya dari ‘Aisyah.”

Berkata Urwah tentang beliau: “Aku tidak melihat orang yang lebih mengetahui tentang ilmu figh, kedokteran dan kesusatraan daripada ‘Aisyah. Dan tidak ada sesuatu peristiwa yang diperbincangkan melainkan dirangkaikannya oleh A’isyah dalam sebuah syair”. Terutama dalam hukum waris, selalu orang mendapatkan fatwa yang memuaskan dari beliau.

Ummu Hanni, sepupu Rasul SAW., diberi hak politik; melindungi para tawanan. Begitupula pada saat jatuhnya atau kemenangan kaum muslimin atas Mekkah, para perempuan berbai’at, janji setia. Menyatakan suara. Kesetiaan kepada Rasulullah SAW. sebagai pemimpin/kepala Negara dan Rasul sekaligus. (Lihat QS 60:12)

Seorang perempuan datang mengunjungi Sayidina ‘Umar bin Alkhthabb; dalam hak bersuara, memerotes, kritik, di atas hak sosial politiknya.

Ia berkata: “Hai Amiral mu’minin, mengapa engkau hendak membatasi jumlah mas kawin? Tidakkah engkau mendengar firman Allah SWT: “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain sedang kamu telah memberikan di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun.” (QS 4:20)

Mendengar kritik perempuan yang dikuatkan dengan dalil dari Al Qur’an itu, berkatalah Khalifah Umar: “Telah benar seorang perempuan dan bersalah Umar.”

Al Qur’an telah menerangkan bahwa pelaksanaan tugas-tugas sosial itu menjadi kewajiban laki-laki maupun perempuan secara sama rata di dalam suatu masyarakat islam.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat Allah.” (QS 9:71)

JADI JELAS Islam memberikan hak-hak dan kewajiban yang seimbang. Baik pada kaum lelaki, maupun perempuan. Sesuai porsi dan kondisi masing-masing berdasarkan kodrat, harkat martabatnya sebagai manusia utuh.

“…………Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 2:228)

PEREMPUAN DI DALAM ISLAM BUKAN SUBORDINAT. Tapi kesatuan utuh yang dimiliki dirinya sebagai manusia, juga sebagai perempuan sesuai kodrat. Tak bisa dipisahkan! Tidak sebagaimana paham sekular. Yang melakukan dikotomi atau pemisahan di dalam perikehidupan kemanusiaan. Baik secara pribadi atau sosial! Individu dan kenegaraan. Agama dan kehidupan secara umum!

KALAUPUN professor Havelock Ellis dan Bung Karno, menyatakan tentang Si Dewi dan si tolol terhadap perempuan-perempuan yang dalam gambaran di atas, namun beliau tetap mengakui adanya kelewat batasan atau ‘ekses’ dalam pergerakan feminisme di Eropa itu.

Tulis beliau dalam buku Sarinah: “Lagi pula, tidakkah kita melihat ekses (“keliwat batasan”) pergerakan feminisme di Eropah itu, yang mau menyamaratakan saja perempuan dengan laki-laki?

Maksud feminisme yang mula-mula baik, yakni persamaan hak antara perempuan dan laki-laki, maksud baik itu di eksesi (diliwati batasnya dengan ekses) dengan mencari persamaan segala hal dengan kaum laki-laki: persamaan tingkah laku, persamaan cara hidup, persamaan bentuk pakaian, dan lain-lain sebagainya lagi. Kodrat perempuan diperkosa, dipaksa, disuruh menjadi sama dengan kodrat laki-laki. Ekses yang demikian itu tak boleh tidak, tentu akhirnya membawa kerusakan!

MESKI SI DEWI DAN SI TOLOL, hanya berdasarkan pengalaman dan penglihatan Bung Karno di atas kondisi individu dan sosial masyarakat muslimin sendiri yang memperihatinkan dan telah menyelewengkan, sehingga seolah-olah terlihat citra buruk Islam dan perempuan, dan bukan di atas nilai dan ajaran-Nya yang sejati yang telah dicontohkan dalam sejarah Rasul-Nya SAW. dan para Ahlul Bait, dan sahabat, namun bagaimana kita bisa mentolerir prasangka buruk yang telah dilontarkan mereka yang tak menyukai Islam, dan tidak memahaminya, karena kebodohan dan kezaliman yang masih tersandang?

ATAU MEMANG, kita masih bisa mentolerir jika Bertrand Russel, seorang filosof Barat abad keduapuluh, memberikan jalan keluar yang tidak mengarah pada pandangan tentang pentingnya masyarakat Barat menjaga kesetiaan dan keterikatan sebuah keluarga?

DALAM PANDANGANNYA, keterikatan perempuan di dalam sebuah keluarga, merupakan sesuatu yang tidak perlu dipertahankan. Bahkan dia memberikan pembenaran, bagi kaum perempuan yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan suaminya di dalam berkeluarga.

Menurut Bertrand Russel: “Ada suatu kekuatan besar lain yang sedang mendorong penghapusan peran sebagai ayah. Kekuatan itu adalah gairah kaum perempuan akan ketidakbergantungan ekonomis…” (lihat buku "Keluarga Islam menyongsong ABAD 21, Ibnu Mustafa, Al-Bayan)

PANTASLAH, kalau tokoh cerpen di atas, Rosliana, bercerai dari suaminya. Memilih hidup sendiri bersama ketiga orang anaknya, tanpa kebingungan memikirkan nafkah. Karena ia sudah merasa sombong. Bangga dengan eksistensi kemanusiaannya yang sudah memiliki karir, otomatis uang, atau ekonomi itu! Bukankah mereka menganggap bahwa ekonomi, menentukan segala? Harkat martabatnya sebagai manusia? Dan moralpun mengikuti itu? Tidak peduli apakah ia seorang perempuan sekalipun!?

Sungguh suatu ironi dan ketragisan yang dibuat oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab dan tidak beriman di atas prasangkanya! Yang jelas-jelas tidak membawanya pada kebenaran!

WALLAHU ‘ALAM












































1 komentar:

  1. Assalamua'laikum Ummi, FB sy lg trouble jd gak bs liat perk. baru. Untuk nulis di blog ini belum tahu caranya. Tapi tadi ada tulisan yang baru sy posting di blog ande_tercinta. Smoga Ummy berkenan memberi masukan. Terimakasih Ummi. Wassalamualikum.

    Hesti Fazrul

    BalasHapus